Minggu, 07 November 2010

Perkembangan Industri Perbankan di Indonesia Sejak 1950

Perkembangan Industri Perbankan di Indonesia Sejak 1950

Perkembangan industri perbankan merupakan pencerminan perkembangan/pertumbuhan ekonomi dan bisnis nasional. Perkembangan bank-bank pemerintah mencerminkan peningkatan kegiatan sector pemerintah dan perusahaan-perusahaan Negara serta proyek-proyek yang dibiayai oleh pemerintah.

Pendudukan Belanda selama 3 ½ abad atas Indonesia telah mewariskan suatu struktur perbankan yang bersifat colonial, tetapi yang kemudian setahap telah diubah menjadi suatu struktur yang lebih bersifat nasional.

1. Dari Sudut Sejarah Perkembangan
Telah disinggung di muka bahwa industri perbankan mencerminkan perkembangan suatu Negara, khususnya sector bisnisnya. Waktu itu bisnis kecil dan menengah ditangani oleh orang-orang Tionghoa dan Arab yang dikenal sebagai vreede oosterlingen dan perkebunan rakyat oleh golongan pribumi. Para pengusaha perantara dan pabrik-pabrik kecil misalnya tidak mempunyai akses ke bank-bank Belanda. Bila mereka membutuhkan pembiayaan maka bank-bank Belanda menyalurkan kebutuhan mereka itu kepada sepuluh perusahaan besar Belanda. Jadi mereka lebih bersifat sebagai wholesale banking, sementara para perusahaan dagang Belanda bertindak sebagai retail banking.

Pola tersebut bukan pula yang hanya berlaku di Indonesia, tetapi telah dikembangkan pula oleh perbankan di Jepang misalnya. Di sana retail banking diserahkan kepada para Sogo Shosha (general trading firm ala Jepang) yang mempunyai aparat penghubung ke puluhan ribu pedagang kecil dan menengah.

Pada masa sebelum Perang Dunia II di Indonesia terdapat * bank devisa dan perdagangan, di antaranya 4 bank Belanda, 2 bank Inggris dan bank Cina, yaitu:
(1) De Javasche Bank
(2) Nederlandse Handel Maatschappij
(3) Nederlands Indische Handelsbank
(4) Escompto bank
(5) The Hongkong and Shanghai Banking Corporation
(6) The Chartered bank
(7) Bank of China
(8) Overseas Chinese Banking Corporation

Salah satu dari bank-bank Belanda itu, De Javasche Bank, bersifat semi pemerintah dan mempunyai dwi-fungsi. Ia mempunyai hak monopoli untuk mengeluarkan uang kertas, berfungsi sebagai bank sentral meskipun hanya sedikit, dan sebagai bank devisa dan perdagangan.
3
Tugas utama bank-bank itu adalah memberikan kredit jangka pendek untuk membiayai impor,ekspor,dan perusahaan-perusahaan perkebunan asing dan perusahaan-perusahaan lainya. Kredit untuk perusahaa-perusahaan besar Belanda kemudian disalurkan melalui pengusaha-pengusaha Cina kepada rakyat pedesaan untuk membiayai pengumpulan barang-barang ekspor.

Selain bank-bank tersebut, di Indonesia pada masa itu, terdapat 3 bank Jepang dan beberapa bank nasional yang kecil. Sebuah lembaga kredit, Algemene Volkscrediet – bank, telah didirikan dengan maksud menyediakan kredit kecil untuk bank, lumbung desa dan peminjam-peminjam lainnya.

Setelah Perang Dunia II, selama masa perjuangan kemerdekaan, di daerah Republik muncul 2 bank, yaitu Bank Negara Indonesia dan Bank Rakyat Indonesia. Bank Negara Indonesia didirikan dengan maksud menyediakan fasilitas-fasilitas sebagai bank umum, disamping bertindak sebagai bank sentral dari Republik; Bank Rakyat Indonesia yang merupakan perubahan dari Algemene Volkscreditbank adalah bank pemerintah yang didirikan untuk menyediakan kredit pedesaan dan kredit-kredit kecil lainnya.

Pada tahun 1952 didirikan bank pemerintah ketiga yang diberi nama Bank Industri Negara, yang bertugas sebagai bank pembangunanindustri. Pada tahun 1960 bank ini dilebur menjadi Bank Pembangunan Indonesia (BAPINDO). Pada tahun 1953, De Javasche Bank dinasionalisasikan dan namanya diganti menjadi Bank Indonesia dengan tugas sebagai bank sentral. Dalam tahun-tahun sebelum tahun 1960 didirikan pula beberapa bank pemerintah lainnya, yaitu Bank Tani dan Nelayan, Bank Umum Negara, dan Bank Tabungan Pos. Pada tahun 1960, Bank Rakyat Indonesia dan Bank Tani dan Nelayan dilebur menjadi Bank Koperasi, Tani dan Nelayan, dan pada tahun 1963 Bank Tabungan Pos diubah namanya menjadi Bank Tabungan Negara.

Perkembangan system perbankan dan keungan yang menyeluruh penting sekali bagi perekonomian dan pembagian pendaapatan yang merata, baik di luar maupun di dalam negeri, terutama di Indonesia yang sangat peka terhadap goncangan-goncangan moneter. Untuk mencapai stabilitas moneter, Pemerintah Indonesia telah menciptakan UU Pokok ||Perbankan tahun 1967 yang mambagi-bagi lembaga keuangan bank ke dalam beberapa golongan berdasarkan fungsi dan tujuan utamanya, sehingga kalau ditinjau dari segi pemilikannya, kita mengenal tiga macam bank di Indonesia, yaitu :
(1) Bank-bank pemerintah yang sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah yaitu:
- bank sentral
- bank-bank umum
- bank pembangunan Negara
- bank tabungan Negara

(2) Bank-bank swasta yang sepenuhnya dimiliki oleh swasta termasuk :
- bank-bank umum 4

- bank-bank tabungan
- bank-bank yang bersifat local seperti banak-bank pasar dan bank-bank desa

(3) Bank-bank milik pemerintah daerah dan swasta, yaitu bank-bank pembangunan daerah.

Mulai tahun 1968, pemerintah Indonesia juga memberikan izin kepada bank-bank asing untuk membuka kantor-kantor perwakilan di Indonesia. Sebagian besardari mereka itu adlah pemegang saham lembaga-lembaga keuangan bukan bank.

Perkembangan jumlah kantor tiga golongan bank itu di Indonesia pada akhir tahun 1977 menunjukan posisi seperti tertera dalam Tabel 1.






























5



2. Pengambilalihan

Pada tahun 1965, semua perusahaan Belanda, juga perbankannya, diambil-alih oleh Pemerintah Indonesia. Perusahaan-perusahan itu dijadikan perusahaan Negara (PN).di sector perbankan muncullah Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor-Impor sebagai hasil pengambilalihan bank-bank Belanda itu. Dengan demikian terlihat pelebaran sector pemerintah sebagai salah satu akibat pengambilalihan perusahaan-perusahaan Belanda itu.

3. Free Entry Dalam Industri Perbankan

Dalam perkembangan kegiatan bisnis nasional, pada tahun 1950-1971, timbul di kalangan masyarakat bahwa secepat mungkin harus dibentuk aparat-aparat perdagangan dan perbankan.partai-partai politik dan tokoh-tokohnya merupakan para penentu kebjaksanaan di bidang ekonomi dan moneter sehingga tidaklah mengherankan bila dalam proses pemberian izin kepada bank-bank misalnya terdapat berbagai bentuk aliansi dengan partai-partai politik dan took-tokohnya. Dapat di katakan tidak ada satu partai politik dan tokohnya yang tidak terlibat/mempunyai aliansi dengan bank.

Dilihat dari sudut kekuatan politis, persyaratan teknis itu dapat dikatakan lunak (free entry). Tidak mengherankan bila jumlah bank yang memperoleh izin kerja mendekati 125 bank yang tersebar di pelosok tanah air.

4. Proses Penyehatan

Dengan modal yang relative kecil, kepercayaan masyarakat bisnis terhadap industri perbankan yang masih tipis, suasana bisnis yang tidak mendukung perkembangan industri perbankan maka jumlah bank yang telah mendapat izin itu dianggap terlalu banyak. Situasi perbankan waktu itu telah menyababkan Bank |Indonesia menempuh kebijaksanaan dengan menganjurkan bank-bank melakukan merger agar tercipta kelompok-kelompok usaha yang lebih besar. Selain merger, bank-bank juga diberi rangsangan seperti pemberian izin membuka cabang baru, diprbolehkan mengajukan permohonan menjadi bank devisa, dan pemberian keringananpajak misalnya.






6



Bab II
Kesimpulan

Uraian ini semata-mata untuk mengetahui sejarah perbankan di Indonesia sejak tahun 1950. Pembahasan ini lebih ditujukan kepada pelajar dan praktisi.

DEFINISI PERUBAHAN

Perubahan merupakan salah satu tahap yang harus dilalui, karena change is the only evidance of life (perubahan adalah satu-satunya bukti kehidupan). Dan pada dasarnya perubahan itu bukan hanya menerapkan teknologi, metode dan sistem-sistem baru, tetapi juga merubah cara berfikir dan berperilaku.
When you change your BEHAVIOUR, you change your PERFORMANCE.
When you change your PERFORMANCE, you change your DESTINY.
When you change your DESTINY, you change your LIFE.
“Change is possible because ordinary people do extraordinary things” (Barrack Obama).
Kita harus berubah, karena terjadi perubahan terus-menerus baik dari lingkungan eksternal kita seperti tingkat persaingan antar Perguruan Tinggi, ekonomi, kekuatan global, demografi, sosial, tekhnologi dan permintaan masyarakat terhadap lulusan kita. Maupun perubahan itu terjadi dari lingkungan internal seperti product life cycle dan ketersediaan sumber daya internal.
Perubahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita. Namun, Perubahan juga secara cepat mempengaruhi kehidupan kita yang normal tersebut. Dalam hal ini, adalah perlu bagi kita untuk mengantisipasi masalah yang dihadapi, memikirkan alternatif dan metode yang akan digunakan dalam pemecahan masalah, termasuk didalamnya bagaimana mengehadapi resistensi akibat perubahan tersebut. Dengan perubahan - perubahan yang terjadi di sekitar kita, kita sebaiknya melihat kembali secara lebih dalam bagaimana suatu perubahan memberikan pengaruh terhadap organisasi, juga termasuk perubahan - perubahan yang kita buat dan bagaimana kita mengakomodasi perubahan tersebut. Implementasi terhadap perubahan harus dilakukan dengan cara yang tepat.

DASAR-DASAR EKONOMI MAKRO

 TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah mendapatkan materi ini, peserta mampu
1. memahami dasar-dasar serta philosofi ilmu ekonomi Makro konvensional
2. memahami nilai-nilai dan kaidah ekonomi konvensional
3. memahami besaran dan cara pengukuran ekonomi secara Makro
4. Memahami pelaku-pelaku ekonomi Makro.

 TITIK TEKAN MATERI
Pokok-pokok pikiran dan titik tekan materi yang harus disampaikan adalah :
1. Memberikan pemahaman tentang sistem dan philosofi dasar perekonomian yang sedang berlaku sekarang (konvensional)
2. Memberikan pemahaman tentang peran negara dalam perekonomian
3. Memberikan pemahaman tentang faktor-faktor produksi konvensional
4. Memberikan wawasan bagaimana negara mengatur ekomnomi
5. Memberikan pemahaman tentang moneter, fiskal dan luar negeri

 POKOK-POKOK MATERI
1. Pengertian dan philosofi dasar ekonomi makro
2. Besaran-besaran dalam perhitungan perekonomian negara
3. Peranan Negara dalam Perekonomian
4. Kebijakan moneter dan fiskal
5. Peranan luar negeri

PENJABARAN DARI POKOK-POKOK MATERI


Bagian pertama
Pengertian dan Philosopi Dasar Ilmu Ekonomi Makro

A. Sejarah Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi tidak diciptalkan secara mendadak tetapi ia berkembang melalui suatu proses yang panjang. Ilmu ekonomi dianggap sebagai satu disiplin ilmu baru mulai 1776, yaitu semenjak ditulisnya sebuah buku oleh seorang ahli ekonomi bernama Adam Smith, buku tersebut berjudul An Inguiry Into The Mature and Causes of the Wealth of Nations. Semenjak itulah Adam Smith oleh ahli ilmu ekonomi disebut sebagi bapak Ilmu Ekonomi.
Sebetulnya penelaahan ekonomi sudah mulai dipelajari orang sejak Aristoteles (350 SM), namun penelaahan ekonomi pada waktu itu baru dipelajari pada tingkat yang sangat dasar, lebih bersifat filosofis. Kemudian pada tahun 1270, penelaahan ekonomi tersebut diusahakan untuk lebih dikembangkan lagi oleh Thomas Aquino dengn beberapa penambahan pemikiran yang bersumber dari buku injil. Tahun1758, Fransois Quesnay mencoba menjelaskan lebih jauh , namun sampai disini perkembangan ilmu ekonomi belum sampai membentuk disiplin ilmu ekonomi. Sampai zaman ini ekonomi desebut dengan fisiokrat.
Baru pada tahun 1776, munculah tokoh baru bernama Adam Smith yang berhasil mengangkat penelaahan ekonomi menjadi suatu disiplin ilmu ekonomi, semenjak itu ilmu ekonomi sangat banyak dirasa manfaatnya oleh manusia di dalam usaha mereka untuk meningkatkan arah hidup. Jadi perjalanan ilmu ekonomi melalui masa yang sangat panjang.
Ilmu ekonomi berkembang terus , gagasan Adam Smith tersebut menjadi dasar bagi ahli ekonomi berikutnya, seperti Thomas Malthus, David Ricardo, dan John Stuart Mill. Ahli ekonomi ini disebut dengan ahli ekonomi Klasik. Tradisi klasik diteruskan dan dikembangkan oleh mazhab Austria dan dieteruskan oleh Leon Walras, Alfred Marshall pada tahun 1890-an. Tradisi klasik ini menelorkan perkembangan bagian teori ekonomi yang dekenal sebagai ekonomi mikro.
Sisi lain dari perkembangan ilmu ekonomi yang berasal dari Adam Smith adalah cabang yang dikembangkan oleh Karl Marx dan dianut oleh negar-negara sosialis-komunis dan yang timbul belakangan di negara-negara yang menganut faham ekonomi liberal seperti golongan radikal atau golongan “New Left”. Pengertian tentang tradisi klasik yang menjadi sumber dari teori ekonomi mikro perlu benar-benar dicamkan karena pasti masih sering akan dijumpai.
Depresi ekonomi yang terjadi pada tahun 1930-an melahirkan ahli ekonomi baru, yaitu John Maynard Keynes, dengan bukunya yang sangat terkenal : General Theory of Employment, Interest and Money yang menjadi dasar bagi perkembangan teori ekonomi Makro. Jadi perkembangan ekonomi Makro dimulai setelah terbitnya buku tersebut, berbeda dengan kelompok Klasik (yang mendasarkan pada bekerjanya mekanisme pasar), maka Keynes mendasarkan pada campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi.
Perkembnagan keadaan ekonomi yang pesat dan rumit menumbuhkan beberapa masalah yang tidak dapat dipecahkan oleh alat-alat yang sudah dikembangkan oleh Klasik maupun Keynes, seperti masalah stagflasi, ketidakpastian masa depan, dinamika ekonomi, dsb. Karena itu sesudah Keynes berkembanglah bebrapa tunas-tunas baru yang tidak sepenuhnya Klasik atau Keynesian seperti kelompok Post keynesian Economist kelompok Monetarists, kelompok Rational Exceptations serta kelompok yang menyangkut kebijakan ekonomi seperti kelompok Supply Side Economits.

Siklus ekonomi








B. Pembagian Ilmu Ekonomi
Menurut tradisi, ilmu ekonomi di bagi menjadi ilmu ekonomi mikro dan ilmu ekonomi makro. Pengertian mikro maupun makro berasal dari bahasa Yunani. Kata ekonomi berasal dari kata “oikon” yang berarti rumah tangga dan “nomos” yang berarti kaidah atau aturan, sehingga kata ekonomi berarti kaidah-kaidah atau aturan yang menyangkut rumah tangga. Pengertian tersebut saat ini sudah mengalami perkembangan, ekonomi tidak hanya berusaha untuk mempelajari bagaimana individu atau rumah tangga mengatur alokasi sumberdaya yang langka, tetapi juga bagaimana masyarakat mengorganisasi dan mengatur alokasi sumber daya nasional yang dimilikinya. Oleh karena itulah ilmu ekonomi dibagi menjadi dua yaitu ilmu ekonomi mikro yang berarti ilmu ekonomi yang mempelajari satuan-satuan yang kecil (mikro = kecil), dan ilmu ekonomi makro yang mempelajari satuan-satuan yang besar atau satuan satuan agregat.
Pada bagian ini yang akan dipelajari adalah ilmu ekonomi makro. Sedangkan ilmu ekonomi mikro akan dibahas pada bagian yang lain.


Ekonomi Mikro  Makro
Mikro  Mempelajari Gejala, Perilaku, Teory dan Kebijakan/Keputusan ; yang dilakukan oleh bagian2 kecil dari keseluruhan kegiatan perekonomian secara terpisah/ sendiri-sendiri ( Konsumen, Produsen, Pasar)
Teory yang berkembang  ( Perilaku konsumen, kepuasan maksimal, Biaya produksi marginal, teory permintaan, penawaran )

Kebijakan yang di ambil untuk ;  ( Mewujudkan efisiensi penggunaaan Sumber Daya, Mencapai kepuasan/manfat Maksimum, Keseimbangan pasar mikro, Penentuan Harga, Maximalisasi Keuntungan, Biaya produksi minimal, penentuan biaya, output, pasar persainan sempurna )

Makro  Mempelajari Gejala, Teory perilaku dan kebijakan para pelaku perekonomian secara keseluruhan / Agragat / satu kesatuan (Tindakan konsumen/rumah tangga/penduduk secara keseluruhan. kegiatan seluruh produsen/perusahaan/pengusaha dalam pereko nomian, dan kebijakan Regulator/ pemerintah untuk mencapai keseimbangan dan pertumbuhan)

Gejala teory yang dipelajari tentang Bagaimana segi permintaan dan penawaran secara keseluruhan menentukan tingkat kegiatan dalam perekonomian secara keseluruhan/ Negara

Permasalahan yang dihadapi perekonomian makro
- Faktor factor apakah yang menentukan tingkat kegiatan ekonomi suatu Negara dalam periode tertentu
- Mengapa suatu perekonomian Negara menghadapi masalah Unemployment, kenaikan harga harga/inflasi
- Bagaimana menciptakan pertumbuhan ekonomi menghindari stagnasi dan krisis ekonomi Devisit neraca perdagangan Luar negeri dll

Kebijakan Ekonomi makro yang dilakukan regulator/pemerintah berusaha untuk ; menstabilkan kegiatan ekonomi, mencapai tingkat penggunaan tenaga kerjapenuh menghindari inflasim pencapaian pertumbuhan ekonomi dan neraca pembayaran luar negeri yang sehat
Bentuk Bentuk Kebijakan Makroekonomi
- Kebijakan Fiskal  Membuat perubahan dalam bidang perpajakan dan pengeluaran pemerintah RAPBN dengan maksud untuk mempengaruhi pengeluaran agregat dalam perekonomian
- Kebijakan Moneter  oleh Bank Central dalam mempengaruhi penawaran uang dalam perekonomian mengubah suku bunga dengan maksud untuk mempengaruhi jumlah uang beredar, kredit, investasi dan pengeluaran agregat
- Kebijakan Perdagangan International  pemberian kuato, proteksi, bea masuk impor, subsidi ekspor, kebijakan nilai tukar dll




C. Ilmu Ekonomi Makro
Ilmu ekonomi Makro adalah studi tentang prilaku ekonomi agregat. Disini akan dibahas tentang analisa determnan-determinan perekonomian yang pokok yaitu tingkat pendapatan, tingkat harga umum, dan pertumbuhan pendapatan. Ini adalah kebalan ilmu ekonomi mikro yang menganalisa prilaku unit-unit ekonomi individu.
Ekonomi makro dilain fihak berusaha melihat, melalui teleskop yang terbalik, perilaku rumah tangga individu dan perusahaan secara menyeluruh dengan tujuan lebih memusatkan gambaran tersebut agar hal-hal yang kecil dan tidak esensial dapat dihilangkan. Kalau ekonomi mikro membahas tentang konsumen, maka konsumen dalam ekonomi makro adalah keseluruhan konsumen sebagai satuan agregat. Demikian pula dengan perusahaan, permintaan, penawaran, harga, dan sebagainya.
Kalau titik berat penelaan ekonomi mikro adalah efisiensi, maka titik berat penelaahan ekonomi makro adalah pendapatan nasional dan segala variabel yang mempengaruhi maupun dipengaruhi olehnya, seperti inflasi, konsumsi, uang, pengangguran, investasi, kebijaksanaan ekonomi pemerintah, dan sebagainya.
Secara rinci pembahasan dalam ilmu ekonomi makro adalah sebagai berikut :
1. Tingkat pendapatan dalam model perekonomian dua sektor, tiga sektor, dan empat sektor serta angka penggandanya.
2. Pemerintah dan tingkat pendapatan
3. Teori tentang permintaan konsumsi dari keynesian, sesudah perang dan sekarang
4. Teori Investasi
5. Keseimbangan di pasar barang
6. Uang dan tingakt pendapatan




Bagian kedua
Besaran-besaran dalam Perhitungan Perekonomian Negara

A. Konsep dan definisi
Setiap negara atau masyarakat selalu berusaha untuk mengejar tujuan nasional yang dicita-citakan. Khusus di bidang sosial ekonomi, tujuan nasional itu pada umumnya dirumuskan sebagai suatu masyarakat yang adail dan makmur. Tujuan ini dapat di lihat pada pembukaan UUD 1945 alinea kedua dan keempat. Menyadari bahwa tujuan utama pembangunan adalah menciptakan masyarakat adil dan makmur maka semua usaha yang berupa kegiatan ekonomi harus diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.

Sejauh ini alat pengukur yang sering di gunakan untuk mengetahui secara kuantitatif arah, intensitas, dan kecepatan keberhasilan usaha yang dicapai adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau yang sering disebut dengan Pendapatan nasional. Tetapi pendapatan Nasional sebenarnya lebih ditujukan untuk menguur kemakmuran material masyarakat secara kuantitatif.

Pendapatan Nasional mula mula dirumuskan oleh Boisgillbert di Prancis dan Petty di Inggris pada abad 17. Pandangan mereka tentang Pendapatan Nasional berkisar pada nilai uang barang dan jasa yang dihaslkan dan dikonsumsikan. Konsep ini kemudian dikembangkan dengan jalan memasukan tambahan tahunan pada stock modal yang sudah ada di dalam negeri.

Walupun produk Nasional Bruto sebagai indikator kemakmuran material banyak digunakan di berbagai negara-negara yang menggunakan sistem ekonomi liberial maupun campuran, namun tidak berarti bahwa indikator itu semua sudah sempurna dan benar-benar mampu menggambarkan seluruh kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh setiap anggota masyarakat. Perhitungan melalaui PNB ini memang mempunyai beberapa kelemahan seperti : Kemampuan PNB dalam mengukur kualitas distribusi pendapatan , tidak diikutkannya transaksi yang tidak melalui pasar. Walaupun ada kelemahan namun sampai saat ini tidak ada konsep yang lebih baik dalam mengukur tingkat kemakmuran msyarakat.

Untuk mengukur besarnya PNB ada cara pendekatan yan sering ditempuh. Cara pendekatan itu adalah pendekatan pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga yang berpartisipasi dalam arus kegiatan ekonomi nasional dan cara pendekatan penerimaan yang diperoleh para pemilik faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam roses produksi.

A. Pendekatan Pengeluaran
Setiap rumah tangga, baik itu rumah tangga individu, rumah tangga perusahaan maupun rumah tangga pemerintah pasti melakukan pengeluaran untuk membeli semua kebutuhan yang diperlukan. Pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga individu untuk membeli semua kebutuhannya yang diperlukan dapat berupa barang, baik barang habis pakai dan barang tahan lama, maupun jasa. Pengeluaran semua itu disebut konsumsi (C = Comsuption), pengeluaran perusahaan biasanya berupa Investasi (I = Investasi), pengeluaran pemerintah (G = Government Expenditure)

Disamping itu bagi negara yang juga melakukan hubungan ekonomi dengan negara lain, masih terdapat pengeluaran bersih pembelian barang dan jasa oleh orang-orang dan badan-badan asing, pengeluaran tersebut disebut ekspor – impor ( X – M = ekspor di kurangi impor, atau net export). Secara singkat cara pendekatan pengeluaran ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
PNB = C + I + G + (X - M)
PNB = Pendapatan Nasional Bruto
C = konsumsi (comsumption)
I = Investasi (Invesment)
G = Pengeluaran Pemerintah (Government Expenditure)
X – M = ekspor dikurangi impor (net export)

Pada cara pendekatan ini pengeluaran yang perlu mendapat perhatian khusus adalah pengeluaran yang berbentuk pengeluaran untuk membeli barang modal atau investasi. Dalam ilmu ekonomi pengeluaran investasi hanya khusus pada pengeluaran rumah tangga perusahaan untuk membeli barang modal baru, sehinga investasi selalu berupa penambahan barang modal riil pada stock barang modal yang sudah ada. Termasuk pengeluaran investasi ini adalah :
1. Pembelian mesin-mesin, peralatan pabrik dan barang modal pabrik yang akan digunakan dalam proses produksi (jadi tidak untuk diperdagangkan)
2. Pembuatan rumah, pabrik dan semua jenis kontruksi baru pada tahun yang sama
3. Perubahan nilai barang cadangan sebagai akibat perubahan jumlah maupun harga pada tahun itu

Pengeluaran untuk membeli suart-surat berharga, yang terkadang disebut sebagai investasi finansial, dalam ilmu ekonomi tidak dimasukan kedalam pengeluaran investasi karena pengeluaran itu sebenarnya hanya merupakan perpindahan aktiva saja dari pemilik yang satu ke pemilik yang lain. Demikian pula jika seseorang membeli mobil bekas untuk ditaksikan misalnya, maka pengeluaran itu tidak termasuk dalam pengeluaran investasi. Sekali lagi bahwa pengeluaran investasi adalah pegeluaran untuk membeli barang modal baru oleh rumah tangga perusahaan.

Pengeluaran pemerintah digolongkan menjadi dua bagian :
1. Pengeluaran rutin
2. Pengeluaran Pembanguna.

1. Pengeluaran rutin adalah pengeluaran yang digunakan untuk pemerlharaan atau penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari, terdiri dari :
• Pengeluaran untuk belanja pegawai (tunjangan beras, gaji pensiun, uang makan, dll)
• Pengeluaran untuk belanja barang
• Pengeluaran untuk subsidi daerah otonom
• Pengeluaran untuk membayar harga dan cicilan hutang
• Pengeluaran lainnya

2. Pengeluaran pembangunan, terdiri dari
• Pengeluaran untuk pembiayaan departemen/lembaga
• Pengeluaran untuk pembiayaan bagi daerah
• Pengeluaran untuk pembiayaan lain-lain
• Pengeluaran untuk bantuan proyek

B. Pendekatan Penerimaan
Cara pendekatan penerimaan adalah komplemen cara pendekatan pengeluaran, karena sebenarnya cara pendekatan peneriman bertitik tolak dari pengertian bahwa apa yang dikeluarkan oleh salah satu rumah tangga pasti menjadi penerimaan rumah tangga lain. Dalam perhitungan pendapatan Nasional dengan pendekatan penerimaan ini ada dua hal yang dimasukkan didalamnya walaupun sebenranya bukan merupakan penerimaan yaitu penyusutan dan pajak tak langsung.

Penyusutan perlu dimasukkan dalam perhitungan pendapatan nasionaal karena penyusutan adalah bagian dari penerimaan perusahaan yang tidak dibagikan pemilik faktor produksi. Pajak tak langsung, yaitu pajak-pajak yang pada dasarnya beban pajaknya dapat digeserkan kepada piha lain oleh para wajib pajak, seperti pajak penjualan, pajak tontonan, pajak pembangunan, pajak masuk dan sebagainya. Sebenrnya pajak tak langsung hanyalah pemindahan daya beli dari kantong konsumen (pembayar pajak) kepada pemerintah yang terjadi pada saat transaksi dilakukan, karena sifat pajak tak langsung adalah demikian, maka pajak tak langsung tidak diterima oleh pemilik faktor produksi, sehingga harus diperhitungkan sendiri.

Untuk lebih jelasnya berikut ini uraian mengenai bebarap penerimaan negara :
1. Penerimaan dalam negeri
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang ditinjau dari segi adminisratif adalah pajak yang langsung dikenakan kepada masing-masing wajib pajak dan tidak bisa digantikan oleh pihak lain, terdiri dari :
• pajak pendapatan
• pajak perseroan
• pajak perseroan minyak
• MPO
• IPEDA (iuran pungutan daerah)

b. Pajak Tidak langsung, yaitu pajak yang dapat digantikan oleh pihak lain, baik sebagian maupun seluruhnya,terdiri dari :
• pajak penjualan
• pajak penjualan impor
• cukai
• bea masuk
• pajak ekspor
c. Penerimaan bukan pajak, yaitu penerimaan dari penjualan barang-barang milik pemerintah dari penerimaan jasa, dari penerimaan kejaksaan dan peradilan, penrimaan pendidikan, iuran hasil hutan dan lain-lain.

2. Peneriamaan Pembangunan
Penerimaan pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari bantuan luar negeri yang dinyatakan dalam rupiah dan terdiri dari bantuan program dan bantuan proyek Bantuan program adalah bantuan luar negeri untuk mendukung program-program tertentu, misalnya program pendidikan, kesehatan. Sedangkan bantuan proyek adalah bantuan dari luar negeri dalam rangka untuk membangun proyek-proyek sosial di dalam masyarakat seperti, bantuan air bersih, jembatan, jalan dan lain-lain.

D. Sifat-sifat PNB
1. PNB adalah ukuran moneter
PNB tidak memperhitungkan perubahan yang terjadi pada nilai uang karena terjadinya perubahan harga-harga umum. Oleh sebab itu PNB pada tahun tertentu tidak dapat dibandingkan dengan PNB pada tahun lain, karena perubahan yang terjadi disamping menyangkut perubahan jumlah output juga harganya sehingga nilai uang yang digunakan tidak sama besarnya.

2. PNB hanya memperhitungkan barang-barang dan jasa akhir saja
Barang dan jasa akhir adalah barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen dan langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Artinya barang dan jasa itu tidak lagi beredar dipasar untuk diperjual belikan. Barang yang dibeli oleh rumah tangga inividu maupun rumah tangga perusahaan tetapi tidak langsung digunakan sendiri. Untuk menghindari sesuatu produk dihitung lebih dari satu kali (double counting), dalam perhitungan PNB dipakai cara perhitungan lain yang dikenal dengan nama Cara Nilai Tambah.

Nilai tambah adalah nilai yang ditambahkan pada PNB oleh rumah tangga perusahaan dan terdiri dari penerimaan rumah tangga perusahaan itu dari penjualan barang dan jasanya dikurangi dengan pengeluaran rumah tangga perusahaan tersebut untuk membeli barang dan jasa perusahaan lain (barang antra). Dengan demikian jelaslah bahwa PNB dapat juga dinyatakan sebagai keseluruhan nilai tambah rumah tangga perusahaan yang beroperasi dalam masyarakat selama kurun waktu tertentu, biasanya dalam satu tahun.

3. PNB tidak menghitung nilai transaksi yang terjadi di pasar (oganized market)
• Transaksi yang semata-mata menyangkut uang (andil, obligasi dll)
• Transaksi barang bekas
• Kualitas produk
• Waktu luang
• Ongkos perusakan ekosistem
• Komposisi dan distribusi produk



PENDAPATAN NASIONAL
PENGERTIAN
Pendapatan nasional adalah merupakan jumlah seluruh pendapatan yang diterima oleh masyarakat dalam suatu negara selama satu tahun.

KONSEP PENDAPATAN NASIONAL
1. PDB/GDP (Produk Domestik Bruto/Gross Domestik Product)
Produk Domestik Bruto adalah jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu Negara selama satu tahun. Dalam perhitungannya, termasuk juga hasil produksi dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi diwilayah yang bersangkutan
2. PNB/GNP (Produk Nasional Bruto/Gross Nasional Product)
PNB adalah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu Negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun, termasuk didalamnya barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat Negara tersebut yang berada di luar negeri.
Rumus
GNP = GDP – Produk netto terhadap luar negeri
3. NNP (Net National Product)
NNP adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat dalam periode tertentu, setelah dikurangi penyusutan (depresiasi) dan barang pengganti modal.
Rumus :
NNP = GNP – Penyusutan
4. NNI (Net National Income)
NNI adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima oleh masyarakat setelah dikurangi pajak tidak langsung (indirect tax)
Rumus :
NNI = NNP – Pajak tidak langsung
5. PI (Personal Income)
PI adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima masyarakat yang benar-benar sampai ke tangan masyarakat setelah dikurangi oleh laba ditahan, iuran asuransi, iuran jaminan social, pajak perseorangan dan ditambah dengan transfer payment.
Rumus :
PI = (NNI + transfer payment) – (Laba ditahan + Iuran asuransi + Iuran jaminan social + Pajak perseorangan )
6. DI (Disposible Income)
DI adalah pendapatan yang diterima masyarakat yang sudah siap dibelanjakan oleh penerimanya.
Rumus :
DI = PI – Pajak langsung

PERHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL
1. Tujuan dan manfaat perhitungan pendapatan nasional
Tujuan mempelajari pendapatan nasional :
a. Untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu Negara
b. Untuk memperoleh taksiran yang akurat nilai barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat dalam satu tahun
c. Untuk membantu membuat rencana pelaksanaan program pembangunan yang berjangka.
2. Manfaat mempelajari pendapatan nasional
a. Mengetahui tentang struktur perekonomian suatu Negara
b. Dapat membandingkan keadaan perekonomian dari waktu ke waktu antar daerah atau antar propinsi
c. Dapat membandingkan keadaan perekonomian antar Negara
d. Dapat membantu merumuskan kebijakan pemerintah.
3. Perhitungan Pendapatan Nasional
a. Metode Produksi
Pendapatan nasional merupakan penjumlahan dari seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sector ekonomi masyarakat dalam periode tertentu
Y = [(Q1 X P1) + (Q2 X P2) + (Qn X Pn) ……]
b. Metode Pendapatan
Pendapatan nasional merupakan hasil penjumlahan dari seluruh penerimaan (rent, wage, interest, profit) yang diterima oleh pemilik factor produksi adalam suatu negara selama satu periode.
Y = r + w + i + p
c. Metode Pengeluaran
Pendapatan nasional merupakan penjumlahan dari seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh seluruh rumah tangga ekonomi (RTK,RTP,RTG,RT Luar Negeri) dalam suatu Negara selama satu tahun.
Y = C + I + G + (X – M)

Pendapatan perkapita
Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDB per kapita.
Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin makmur negara tersebut.
Perbandingan per Kapita Indonesia dengan Negara lain
Pendapatan per kapita Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, ternyata masih termasuk rendah. Untuk lebih jelasnya, lihat tabel 1.2.

Sementara itu, pertumbuhan PNB Riil Per Kapita di dunia dapat Anda pelajari tabel 1.3.

Berdasarkan tabel 1.3, secara umum pada tahun 1998 pertumbuhan PNB Riil Per Kapita di dunia mengalami penurunan sebagaimana halnya Indonesia kecuali negara-negara tertentu seperti Amerika Serikat, Jerman, Kanada dan Perancis.
Hal ini terjadi, karena di dunia yang arus globalisasinya semakin gencar, kejadian atau masalah yang terjadi di suatu negara atau kawasan tertentu akan berdampak pula pada negara lainnya.
Hubungan Pendapatan Nasional, Penduduk dan Pendapatan Perkapita
Pendapatan nasional pada dasarnya merupakan kumpulan pendapatan masyarakat suatu negara. Tinggi rendahnya pendapatan nasional akan mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan per kapita negara yang bersangkutan. Akan tetapi, banyak sedikitnya jumlah penduduk pun akan mempengaruhi jumlah pendapatan per kapita suatu negara.

Untuk lebih memperjelas, perhatikan tabel di bawah ini!

Dari tabel 1.1 di atas, nampak jelas bahwa India yang memiliki PDB per tahun US $ 427.407.000.000,00 hanya mendapatkan pendapatan per kapita US $ 440,00. Lain halnya dengan Singapura yang mendapatkan PDB per tahun US $ 95.453.000.000,00 ternyata pendapatan per kapitanya US $ 30.170,00. Mengapa demikian?
Ternyata tingginya pendapatan nasional suatu negara, tidak menjamin pendapatan per kapitanya juga tinggi. Hal ini terjadi karena faktor jumlah penduduk juga sangat menentukan tinggi rendahnya pendapatan per kapita.

Ekonomi Makro
Teori ekonomi dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu mikroekonomi dan makroekonomi. Mikroekonomi merupakan teori ekonomi yang berhubungan dengan bagaimana rumah tangga dan perusahaan membuat keputusan dan cara mereka berinteraksi dengan pasar (Mankiw, 2006, p4), meliputi bagian-bagian kecil dari keseluruhan kegiatan perekonomian, seperti kegiatan seorang konsumen, suatu perusahaan atau suatu pasar. Selain itu, mikroekonomi menitikberatkan analisisnya untuk mewujudkan efisiensi dalam penggunaan resource yang ada dan mencapai kepuasan yang maksimum (Sukirno, 2008, p4).
Makroekonomi mempelajari perekonomian sebagai suatu kesatuan (Mankiw, 2006, p4), seperti tindakan konsumen secara keseluruhan, kegiatan keseluruhan pengusaha atau perubahan keseluruhan kegiatan ekonomi. Titik berat analisa makroekonomi terletak pada bagaimana segi permintaan dan penawaran menentukan tingkat kegiatan dalam perekonomian, masalah utama yang selalu dihadapi setiap perekonomian dan peranan kebijakan dan campur tangan pemerintah untuk mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi (Sukirno, 2008, p4).
Pada awal munculnya analisis ekonomi makro hingga dekade tahun 1930an, para ahli ekonomi memiliki acuan bahwa penggunaan tenaga kerja penuh selalu tercapai dan perekonomian selalu berjalan dengan baik. Hingga memasuki periode the Great Depression, masa puncak kemerosotan ekonomi Amerika Serikat, dimana seperempat tenaga kerja menganggur dan pendapatan nasional mengalami penurunan yang sangat besar, pandangan ahli ekonomi pun berubah.
Teori makroekonomi modern pertama dinyatakan oleh John Maynard Keynes, seorang ahli ekonomi Inggris. Keynes melalui buku-bukunya menyatakan kelemahan teori ekonomi klasik, serta faktor utama yang menentukan tingkat keberhasilan kegiatan ekonomi suatu negara, yaitu pengeluaran agregat (Sukirno, 2008, p7).
Masalah makroekonomi utama yang selalu dihadapi suatu negara meliputi masalah pertumbuhan ekonomi, ketidakstabilan kegiatan ekonomi, pengangguran, inflasi dan neraca perdagangan dan pembayaran. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah (Sukirno, 2008, p9). Pertambahan ini disebabkan karena faktor-faktor produksi selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitas, investasi yang dapat menambah jumlah modal, teknologi selalu berkembang, peningkatan jumlah tenaga kerja akibat perkembangan penduduk, serta pengalaman kerja dan pendidikan dapat menambah ketrampilan tenaga kerja yang ada.
Pada kenyataannya, perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat pertambahan faktor produksi tidak diikuti oleh pertambahan produksi barang dan jasa yang sama besarnya. Pertambahan potensi produksi seringkali lebih besar dari pertambahan produksi yang sebenarnya. Hal ini disebabkan tidak semua faktor produksi yang tersedia digunakan secara optimal. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi suatu negara lebih lambat dibandingkan potensi sebenarnya.
Pendapatan Nasional
Salah satu tolak ukur yang dapat digunakan untuk menilai kondisi perekonomian suatu negara adalah pendapatan nasional. Tujuan dari perhitungan pendapatan nasional ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat ekonomi yang telah dicapai dan nilai output yang diproduksi, komposisi pembelanjaan agregat, sumbangan dari berbagai sektor perekonomian, serta tingkat kemakmuran yang dicapai (Sukirno, 2008, p55). Selain itu, data pendapatan nasional yang telah dicapai dapat digunakan untuk membuat prediksi tentang perekonomian negara tersebut pada masa yang akan datang. Prediksi ini dapat digunakan oleh pelaku bisnis untuk merencanakan kegiatan ekonominya di masa depan, juga untuk merumuskan perencanaan ekonomi untuk mewujudkan pembangunan negara di masa mendatang (Sukirno, 2008, p57).
Pendapatan nasional dapat diartikan sebagai nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu negara (Sukirno, 2008, p36). Pengertian berbeda dituliskan dengan huruf besar P dan N, dimana Pendapatan Nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor produksi yang digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa dalam suatu tahun tertentu (Sukirno, 2008, p36). Terdapat beberapa cara yang digunakan dalam perhitungan pendapatan nasional, yaitu pendapatan nasional bruto dan pendapatan domestic bruto.
Gross National Product (GNP) atau disebut juga dengan Pendapatan Nasional Bruto (PNB) merupakan nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut, termasuk nilai produksi yang diwujudkan oleh faktor produksi yang digunakan di luar negri, namun tidak menghitung produksi yang dimiliki penduduk atau perusahaan dari negara lain yang digunakan di dalam negara tersebut (Sukirno, 2008, p35).
Gross Domestic Product (GDP) atau disebut juga dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) merupakan nilai pasar dari semua barang dan jasa final yang diproduksi dalam sebuah negara pada suatu periode (Mankiw, 2006, p6), meliputi faktor produksi milik warga negaranya sendiri maupun milik warga negara asing yang melakukan produksi di dalam negara tersebut.
Terdapat tiga metode yang dapat digunakan untuk menghitung pendapatan nasional, yaitu cara pengeluaran, cara produk neto, dan cara pendapatan. Berikut akan dijabarkan tentang masing-masing metode.
1. Cara Pengeluaran
Teknik perhitungan ini banyak digunakan di negara-negara maju, seperti Belanda, Inggris, Jerman dan Amerika Serikat, dimana pendapatan nasional yang dihasilkan metode ini dapat memberi gambaran tentang sampai dimana buruknya masalah ekonomi yang dihadapi atau sampai dimana baiknya tingkat pertumbuhan yang dicapai dan tingkat kemakmuran yang sedang dinikmati, serta memberikan informasi dan data yang dibutuhkan dalam analisis makroekonomi (Sukirno, 2008, p37). Perhitungan pendapatan nasional dengan cara pengeluaran memiliki empat komponen penting, yaitu konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal sektor swasta (investasi) dan ekspor neto (Sukirno, 2008, p37).
• Konsumsi rumah tangga adalah pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tangga, termasuk barang tahan lama, barang tidak tahan lama, jasa dan biaya pendidikan (Mankiw, 2006, p12), namun tidak termasuk investasi, seperti pembayaran asuransi atau uang saku untuk anak (Sukirno, 2008, p38).
• Belanja pemerintah mencakup pembelanjaan barang dan jasa oleh pemerintah, yang dibedakan menjadi konsumsi dan investasi (Sukirno, 2008, p38). Yang termasuk dalam konsumsi adalah pembayaran gaji dan tunjangan pegawai negri dan pembelian inventaris, sedangkan yang termasuk investasi adalah pembangunan jalan raya, sekolah, dan lain sebagainya. pembayaran jaminan social untuk fakir miskin, bantuan untuk korban bencana alam dan subsidi lainnya tidak termasuk dalam belanja pemerintah, melainkan termasuk dalam pembayaran transfer, karena tidak ada barang/jasa yang diproduksi (Mankiw, 2006, p13).
• Investasi merupakan pembelian barang yang nantinya digunakan untuk memproduksi barang/jasa lainnya (Mankiw, 2006, p12). Investasi dapat digolongkan menjadi pengeluaran atas barang modal dan peralatan produksi, perubahan dalam nilai inventori pada akhir tahun, dan pengeluaran untuk mendirikan bangunan (Sukirno, 2008, p39).
• Ekspor neto sama dengan pembelian produk dalam negri oleh orang asing (ekspor) dikurangi dengan pembelian produk luar negri oleh warga negara tersebut (impor) dalam periode yang sama (Mankiw, 2006, p13).
2. Cara Produk Neto
Produk neto dapat diartikan sebagai nilai tambah yang diciptakan dalam suatu proses produksi (Sukirno, 2008, p42). Sehingga perhitungan pendapatan nasional dengan cara neto diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah yang diwujudkan oleh perusahaan di berbagai lapangan usaha dalam perekonomian negara tersebut. Cara ini dapat memberikan informasi tentang seberapa besar pengaruh sektor-sektor tersebut terhadap perekonomian negara.
3. Cara Pendapatan
Pendapatan nasional dengan cara pendapatan diperoleh dari penjumlahan pendapatan-pendapatan yang terjadi, akibat penggunaan faktor produksi untuk mewujudkan barang dan jasa (Sukirno, 2008, p44). Pendapatan tersebut digolongkan menjadi pendapatan para pekerja (gaji/upah), pendapatan dari usaha perseorangan, pendapatan dari sewa, bunga neto dan keuntungan perusahaan.
Dalam melakukan perhitungan pendapatan nasional, terdapat berbagai kendala, terutama di Indonesia. Masalah tersebut antara lain adalah
• Ketersediaan data dan informasi, karena tidak semua kegiatan ekonomi terdokumentasi dengan baik
• Pemilihan kegiatan produksi yang termasuk dalam perhitungan. Sebagai contoh adalah kegiatan produksi dalam rumah tangga seperti mencuci dan memasak, menanam palawijo untuk konsumsi pribadi, kegiatan yang menyalahi hukum seperti transaksi jual beli obat terlarang dan prostitusi, serta tunjangan yang tidak berupa uang, tidak termasuk dalam perhitungan pendapatan nasional.
• Penghitungan dua kali kerapkali terjadi ketika bahan yang sama dikonsumsi oleh orang yang berbeda. Misalnya gula dan tepung yang dibeli oleh ibu rumah tangga dapat dianggap sebagai barang jadi, namun jika bahan tersebut dibeli oleh bakery shop, maka dianggap sebagai barang setengah jadi. Apabila nilai produksi tepung dan gula dimasukkan dalam perhitungan produksi roti/kue, maka akan terjadi perhitungan dua kali.
• Penentuan harga barang yang berlaku, karena tidak semua tempat menggunakan harga yang sama, bergantung pada lokasi, musim, harga dollar, dan lain sebagainya.
• Investasi bruto dan investasi neto, dimana terdapat perbedaan akibat depresiasi, terutama untuk menghitung investasi yang dilakukan oleh negara.
• Informasi kenaikan harga barang membutuhkan informasi indeks harga. Penentuan indeks harga itu sendiri memiliki beberapa masalah, seperti penentuan barang yang akan digunakan dalam perhitungan.




Bagian Ketiga
Peranan Negara dalam Perekonomian

Dalam bahasan kali ini akan dibahas peranan pemerintah sebagai unsusr yang mengatur dan mengendalikan jalannya roda perekonomian dan bertindak sebagai penggerak pembanguann dalam negara-negara yang sedang berkembang. Campur tangan pemerintah dalam rangka mencapai tujuan bersama selalu ada di setiap negara. Khusus untuk Indonesia yang menganut sistem ekonomi campuran dimana peran pemerintah sangat besar andilnya dalam pembangunan. Hal ini dapat dilihat dari APBN.

Dalam sistem ekonomi campuran peranan pemerintah dalam mengendalikan dan mengarahkan jalannya roda perekonomian jelas sekali terlihat dari adanya mekanisme perencanaan pusat. Bagi Indonesia peranan pemerintah dalam bidang ekonomi jelas-jelas ditunjukkan oleh pasal 33, ayat 2 dan ayat 3.
Ayat 2 : “Cabang-cabang produksi penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
Ayat 3 : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Ayat 2 tersebut dengan tegas menunjuk bahwa cabang-cabang produksi yang penting, dalam artian dari segi strategis maupun finansial, harus dikuasai oleh negara. Penting dari segi strategis berarti menyangkut masalah keamanan dan kelangsungan hidup bernegara, sedangkan segi finansial berarti menyangkut masalah sumber keuangan yang sangat diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Penguasaan sendiri tidak harus berupa penguasaan fisik sehingga cabang-cabang produksi itu harus perusahaan negara, tetapi lebih ditekankan pada operasionalisasinya yang harus diatur oleh pemerintah demi tercapainya tujuan bersama.

Ayat 3 menunjukkan dengan tegas bahwa semua sumber daya alam yang terdapat di Indonesia harus digunakan untuk kepentingan rakyat, dan untuk kesejahteraan bersama, sehingga pemerintah diberi wewenang untuk secara aktif dan positif mengatur dan mengarahkan pemilikan dan penggunaannya, dalam arti pemilikan sumber daya alam oleh swasta diakui, tetapi penggunaannya harus diarahkan untuk kepentingan bersama.

Dalam GBHN juga disebukan bahwa pemerintah mempunyai andil yang sangat signifikan dalam pembangunan ekonomi :
“Pembangun ekonomi yang didasarkan pada demokrasi ekonomi menentukan bahwa masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Oleh karenanya maka pemerintah berkewajiban memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan uaha; sebaliknya dunia usaha perlu pula memberikan tanggapan terhadap pengarahan dan bimbingn serta penciptaan iklim tersebut dengan kegiatan-kegiatan nyata…”

Usaha pemerintah untuk mengarahkan dan mnegendalikan jalannya roda perekonomian agar dapat dikembalikan iklim usaha yang baik, serta mengatur agar distribusi pendapatan dapat berjalan lebih baik, melalui anggaran pendapatan dan belanja negara disebut kebijakan fiskal. Disamping melalui kebijakan fiskal, pemerintah juga dapat melakukan campur tangan melalui pembutan-pembuatan peraturan, pembuatan badan usaha, di Indonesia disebut BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan melalui kebijakan-kebijakan lainnya.

Di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Fungsi negara adalah :
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
b. Memajukan kesejahteraan umum
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa
d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tugas pertama adalah tugas yang menyangkut masalah pertahanan dan kamanan serta ketertiban umum dan ketertiban masyarakat dalam arti yang luas. Tugas kedua adalah tugas yang menyangkut pencapaian kesejahteraan umum dalam arti yang luas, termasuk tugas pembangunan dan khususnya pelaksanaan trilogi pembangunan. Tugas ketiga adalah yang menyangkut pendidikan dalam arti luas, karena itu meliputi pengembangan budaya bangsa. Tugas keempat adalah yang berhubungan dengan negara lain.

Tugas tersebut hanya dapat berjalan baik apabila tersedia alat penunjang untuk melaksanakannya. Alat penunjang yang paling penting tentunya adalah masalah dana. Akan tetapi dana yang tersedia harus mencapai bermacam-macam tujuan, maka tugas pemerintah adalah mengoptimalkan penggunaan dana itu sesuai dengan kaidah efektivitas dan efisiensi, ketersediaan dana dan penggunaan pemerintah dapat dilihat dalam APBN. Setiap APBN selalu tersedia dari dua bagian, yaitu bagian peneriamaan dan bagiaan pengeluaran.

Pada ekonomi kalsik, peranan pemerintah adalah sangat kecil. Sesuai dengan prinsip bahwa mengatur jalannya roda perekonomian adalah mekanisme harga, maka campur tangan pemerintah diusahakan seminimal mungkin. Tetapi pada ekonomi dewasa ini peran pemerintah hampir di semua negara sangatlah penting, walaupun perananya memang berbeda dari satu negara ke negara yang lain. Karena alasan campur tangan pemerintah dalam bidang ekonomi mempunyai dasar yang berlain-lainnan, sukar sekali sekali merumuskan peran negara dalam perekonomian, tetapi secara garis besar campur tangan pemerintah mengambil bentuk :
1. menyediakan barang dan jasa yang tidak dapat disediakan oleh pihak swasta, jadi barang publik, seperti :
• raasa aman (pertahanan – keamanan)
• rasa tentram (ketertiban umum dan ketertiban msyarakat)
• rasa senang karena berbagai kemudahan dapat disediakan, antara lain jalan, listrik dan air.
2. Memberikan eksternalitas, yaitu faedah sampingan yang dapat diperoleh sebagai akibat proses produksi maupun konsumsi, seperti :

• Imunisasi
• Pemasangan lampu jalanan
• Pemeriksaan kesehatan
• Kemudahan biaya pendidikan

3. Mendorong penggunaan barang-barang yang berguna dan menghambat atau melarang penggunaan barang-barang yang dapat merusak, seperti :


• Obat-obatan
• Ganja dan madat
• Minuman keras
• Rokok
• Wajib belajar
• Keluarga berencana


4. Menciptakan kesejahteraan bersama dengan jalan menolong mereka yang lemah, jompo, miskin, menderita dan cacat.
5. Mengendalikan jalannya roda perekonomian demi terciptanya iklim usaha yang baik, stabil, kondusif bagi pengembangan ekonomi yang diinginkan.
6. Mendorong munculnya pusat-pusat pertumbuhan diberbagai wilayah agar keseimbangan diberbagai kawasan tidak terjadi, yang pada gilirannya juga mendorong pemerataan kesejahteraan.
7. Mendorong berkembangnya sektor riil (perdagangan, pertanian, industri dan jasa) dengan cara adil. Pemerintah tidak boleh memberikan hak istimewa (monopoli) dalam bentuk apappun (monopoli bahan baku, produksi, pasar, dan perdagangan atau proteksi) kepada pihak tertentu yang kebetulan dekat dengan penguasa. Seluruh rakyat memiliki hak yang sama. Bila negara memberikan hak istimewa kepada golongan tertentu berarti fungsi pemerataan kepada rakyat tidak berjalan.
8. Mendorong berkembangnya usaha kecil dan menengah dan memberikan kesempatan yang sama dengan pengusaha besar baik dalam pendanaan, pasar, ketrampilan dan teknologi serta dalam hal regulasi. Bila diperlukan untuk melindungi hak mereka, pemerintah membuat undang-undnag perlindungan usaha kecil dan menengah. Ini perwujudan dari sifat pertengah pemerintah bahwa ia tidak condong dan mementingkan pada satu golongan tertentu.
9. Mengelola secara efisien dan profesional terhadap Sumber daya alam yang dimilikinya dan digunakan untuk kemakmuran rakyat bukan sekelompok orang saja. Sumber daya yang dapat dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat misalnya, minyak bumi, gas alam, hasil tambang (emas, nikel, aspal, bouksit dll).
10. Dengan kemampuannya, negara (pemerintah) dapat memberikan subsidi kesehatan, pendidikan, dan sarana sosial lainnya, maka kebutuhan primer rakyat dapat terpenuhi. Jaminan sosial (social security) semacam ini jelas akan meningkatkan kesejahteraan golongan miskin dan memberikan perlindungan kepada masyarakat.
11. Melakukan hubungan perdagangan internasional dengan berusaha meningkatkan sektor Ekspor

Peran dan Pengaruh Ekonomi/Perdaganan International Terhadap Ekonomi National

Pada masa sekarang semua kehidupan dalam suatu Negara terpengaruh oleh ekonomi/ perdagangan international
1. Pengaruh Ekonomi International terhadap Supplay dan Demand
Pd produksi DN
Price St 
M Impor

P2 E2 S’

P0 Eo
E1
P1 Cd Consumsi DN
Dt D’ 
X Ekspor
Q1 Q0 Q2 Q

S = Produk National & Impor
D = Konsumsi National & Ekspor

Suplay total (St) (barang jadi/bahan baku) pada pasar national terdiri/berasal dari Produksi dalam negeri ( pd) dan Impor (M). Pergeseran pada supply ( naik/ke kanan, turun/ke kiri) bisa disebabkan oleh perubahan (Pd) atau (M), jika di asumsikan produksi national (Pd) tetap, maka hanya pengaruh perdagangan International yang mempengaruhi kurva S. Kurva S ini bisa bergeser ke kiri atau ke kanan. Penambahan dan penurunan Impor M bisa dikarenakan perbedaan tingkat produktivitas atau perubahan nilai tukar

Price D S

P0 …………………………… EO = Autarki


P2 ………………a……………………b E1 = Quota / Tarif

S’
P1 ……….f…..…c…………………...d…………… e E2= Free Trade


O Q1 Q3 Q0 Q4 Q2 Quantitas




Effek Pada Harga dan Quantitas Barang Jadi Bagi Perusahaan
- Jika M meningkat  Quantitas Suplay naik, harga turun dan keuntungan produsen DN turun ( contoh naiknya impor mainan anal anak, pakaian jadi )
- Jika M menurun  Quantitas Supplay menurun, harga naik, keuntungan produsen DN naik ( misalnya karena produk impor dikenai Quota / Tarif )

Efek pada Harga Bahan Baku dan Biaya Produksi
- Jika M bahan Baku meningkat  Perusahaan yang menggunakan Bahan baku impor biaya produksinya menurun dan daya saingnya meningkat (misalkan masuknya bahan baku biji plastic, samakan kulit dll) . Perusahaan yang menggunakan Bahan baku lokal biaya produksinya tetap namun daya saing menurun
- Jika M bahan Baku menurun  Perusahaan yang menggunakan Bahan baku impor biaya produksinya meningkat daya saing menurun ( misalnya perusahaan percetakan yg menggunakan bahan kertas impor restoran yang menggunakan bahan baku impor dll). Perusahaan yang menggunakan Bahan baku lokal biaya produksinya tetap dan daya saing meningkat

Demand Total Terdiri dari Permintaan/Konsumsi dari Dalam Negeri ( Cd) dan yang di Ekspor (X). Jika konsumsi dalam negeri dianggap tetap maka hanya kenaikan dan pemurunan (X) yang mengeser kurva demand ke kiri ( D turun) dan kanan (D naik)

- Pengaruh Pada Harga dan Quantitas Barang Jadi
- Jika ( X ) ekspor meningkat  permintaan Q meningkat harga meningkat dan keuntungan produksi dalam negeri meningkat ( misalkan produsen jamu Indonesia menembus ekspor ke Timur tengah. Mebel jepara ke Eropa dll)
- Jika ( X ) ekspor menurun  Q menurun harga turun keuntungan turun ( Misalnya penurunan ekspor tekstil udang dan kopi)

- Efek pada Harga Bahan Baku dan Biaya Produksi
- Jika ( X ) ekspor meningkat Q bahan baku tersedia di dalam negeri menurun, harga bahan baku dalam negeri meningkat Biaya produksi meningkat.Perusahaan DN yang menggunakan bahan baku tersebut mengalami kenaikan biaya produksi ( misalkan baku Udang dan ikan untuk restoran DN di ekspor, bahan baku kayu gelondongan dan rotan dll)

2. Pengaruh Terhadap Komsumsi National ( Consumttion effect)

Kenaikan Pendapatan Riel

Demontration Effects

- Kenaikan Pendapatan Riel masyarakat akibat perdagangan international ini dikarenakan jumlah barang yang bisa dibeli oleh masyarakat dengan pendapatannya menjadi lebih luas ( masyarakat bisa berkomsumsi dalam jumlah yang lebih besar daripada sebelum ada perdagangan ) . Dari contoh perhitungan gain for trade sebelumnya dapat dlihat dengan perdagangan international jumlah 2 barang yang dihasilkan 2 negara menjadi lebih banyak dan biaya lebih rendah

- Pengaruh Percontohan/Demonstration Effect terhadap pola berkonsumsi masyarakat dari yang dilihat/terjadi di Negara lain setelah ada interaksi/perdagangan international, Efek ini disebabkan diperkanalkannya barang barang baru atau terbukanya kemungkinan bagi penduduk untuk memperoleh barang barang yang sebelumnya tidak ada. Pengaruh demonstration effect ini bisa bersifat positif (jika mendorong kemauan untuk berproduksi lebih besar contoh ) , tetapi bisa berpengaruh negative (bila mendorong kebiasaan konsumsi asing yang tidak sesuai dengan tahapan perkembangan perekonomian)

3. Pengaruh Terhadap Produksi
Spesialisasi Produksi
Kenaikan Investasi Surplus
Vent Of Surplus
Kenaikan Produktivitas

-. Perdagangan International akan mendorong masing maasing Negara kearah spesialisasi dalam memproduksi barang yang memiliki keunggulan ( absolud dan komparativ). Spesialisasi ini akan bermanfaat jika disertai kemungkinan menukarkan hasil produksinya dengan barang lain yang dibutuhkan

- Karena perdagangan international turut meningkatkan pendapatan riil masyarakat, maka dengan pendapatan riil yang lebih tinggi Negara tersebut mampu untuk menyisihkan dana sumber ekonomi yang lebih besar bagi investasi ( Investible surplus ) dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun demikian dengan adanya perdaganan bebas dan investasi asing kita harus hati hati menerjemahkan manfaat perdagangan international meningkatkan pertumbuhan ekonomi, hal ini dikarenakan pertumbuhan tersebut tidak selalu dinikmati oleh warganegara Negara tersebut

- Inti dari konsep vent for surplus ini adalah bahwa terbukanya daerah pasar baru akan merangsang pertumbuhan ekonomi. Perdagangan luar negeri membuka daerah pasar baru yang lebih luas bagi hasil hasil dalam negeri, Produkasi dalam negeri yang semula tidak bernilai ekonomis karena terbatasnya pasar dalam negeri, bisa diperbesar lagi dengan diperdagangkan di Negara lain ( contoh bahan baku batu apung, bekicot, ubur ubur dll). Sumber sumber ekonomi yang semula menganggur ( surplus) sekarang memperoleh saluran (vent) untuk bisa dimanfaatkan karena adanya daerah pasar baru

- Pengaruh yang sangat penting dari perdagangan Luar Negeri terhadap sector produksi adalah berupa peningkatan produktivitas dan efisiensi pada umumnya yang bersumber pada
- Skala ekonomi  dengan makin luas nya pasar produksi bisa diperbesar dan dilakukan dengan cara yang lebih murah dan efisien
- Teknologi baru  dengan perdagangan/interaksi international akan menjadi media bagi penyebaran teknologi dan cara produksi baru yang lebih efisien
- Rangsangan Persaingan  pengaruh persaingan international mendorong dinamika produksivitas masing masing perusahaan

4. Pengaruh Terhadap Distribusi Pendapatan
Menurut kaum Neo Klasik hubungan luar negeri mempunyai pengaruh lebih meratakan distribusi pendapatan di dalam negeri dan antar Negara. Menurut mereka hubungan luar negeri mempengaruhi distribusi pendapatan melalui dua saluran utama yaitu Saluran perdagangan dan saluran aliran modal

Saluran Perdagangan

Saluran Aliran modal

Dengan perdagangan / investasi International muncul spesialisasi sesuai keunggulan kompetitif masing masing Negara (tiap Negara cenderung berspesialisasi dalam barang yang menggunakan factor produksi yang tersedia relative lebih banyak daripada Negara lain). Negara yang memiliki keunggulan pada modal capital dan teknologi akan memaksimalkn produknya pada sector tersebut, demikian juga Negara yang memiliki keunggulan pada sumber tenaga kerja dan sumber daya alam dll. Proses produksi dan aliran modal juga mengalir pada Negara yang memiliki keunggulan factor produksinya masing masing. Sebelum Perdagangan international harga modal capital dan pemanfaatan teknologi belum maksimal demikian juga harga sumber tenaga kerja dan sumber daya alam. Namun Setelah perdagangan investasi international maka penggunakan nya meningkat termasuk upah tenaga kerja




Faktor Menarik Pasar Global

(Dari Philip Kotler Managemen Pemasaran Bab 13 Merancang
Tawaran Pasar Global)

- Serangan perusahaan global thd pasar domistik dgn produk
& harga lebih baik
- Pasar LN memberikan peluang laba lebih baik daripada pasar domistik
- Keinginan meningkatkan basis pelanggan yg lebih besar ( economic of scale)
- Mengurangi ketergantungan ( risiko) pada satu pasar ( Domistik)

Faktor Risiko Memasuki Pasar Global

- Tidak mengerti preferensi ( kebiasaan, budaya, cara konsumsi) bangsa LN
- Perbedaan cara/budaya bisnis dan transaksi
- Perbedaan Hukum/peraturan/kebijaksanaan pemerintah LN
- Kebutuhan pengelola/SDM perusahaan dengan kemampuan Global
- Risiko politik, keamanan dan currency nilai tukar

Cara Memasuki Pasar Global

- Ekspor Tidak Langsung (melalui Pedagang ekspor domistik, Agen Ekspor, cooperative organization, Perusahaam managemen ekspor )
- Ekspor Langsung ( membuat devisi ekspor, cabang perush di LN, Wiraniaga ekspor LN, Distribusi/agen LN)
- Pemberian Lisensi
- Usaha Patungan
- Investasi Langsung

Proses Internasionalisasi Perusahaan

- Tidak ada kegiatan ekspor yang teratur
- Ekspor melalui perwakilan agen independent
- Pendirian satu atau lebih cabang penjualan LN
- Pendirian fasilitas produksi (pabrik) di Luar negeri

Ekonomi Uang dan Bank

Uang Dalam Perekonomian
-. Proses Pertukaran dan Sejarah perkembangan Uang, Perkembangan Pertukaran Perdagangan dengan media Barter Uang Barang dan Uang Modern
-. Ciri, Fungsi & Harga Uang Baku Moneter, dan Perkembanan Uang Di Indonesia
-. Sejarah Sistem Moneter International

1. 1.Siklus Perekonomian dan Sejarah perkembangan Uang
Dalam Masyarakat modern sekarang ini uang merupakan bagian Integral dari kehidupan dan darah perekonomian, dimana lalu lintas barang dan jasa serta semua kegiatan ekonomi tadi menggunakan uang sebagai alat nya. Penghasilan upah, honor, sewa, bunga, keuantungan, tabungan, kekayaan, yang diterima/dimiliki kemudian digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dalam bentuk biaya, pembayaran, cicilan. Demikian juga dalam bidang produksi distribusi dan konsumsi lainnya dalam suatu arus yang disebut sebagaai peredaran sirkulasi uang.


Namun demikian penggunaan uang sebelumnya telah mengalami sejarah perkembangan dari semenjak dimulainya peradaban manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya .

1Masyarakat Ekonomi Sederhana/Purba
Hidup berpindah pindah, mengkomsumsi langsung yang telah disediakan alam atau menghasilkan barang hanya untuk memenuhi kebutuhan nya sendiri/kelompok, belum ada pertukaran dengan kelompok lain

1.1.2 Pertukaran/Barter/Silent Trade
Karena kebutuhan dan keinginan nya mulai meningkat sedangkan barang yang dapat dihasilkan sendiri terbatas maka diantara kelompok komunitas terjadi pertukaran/barter antara dua barang berlainan yg dihasilkan bila diantara mereka terdapat keinginan untuk saling melengkapi ( doble coinsidance of want )

I A B



Pada kasus I ini Kelompok A mempunyai kelebihan dalam menghasilkan Barang X dibandingkan konsumsinya dan ada keinginan mengkonsimso barang Y tapi tidak /kurang menghasilkan barang Y. Sementara Kelompok B mempunyai kelebihan dalam menghasilkan Barang Y dibandingkan konsumsinya dan ada keinginan mengkonsumsi barang X tapi tidak /kurang menghasilkan barang X. Bila A dan B bertemu maka barter dapat terjadi, karena diantara keduanya mempunyai keinginan untuk saling memenuhi atau terdapat double coincidence of want
II A B




C

C
Dalam Kasus II, B tidak membutuhkan barang X, tetapi membutuhkan barang Z, dengan demikian barter antara A dan B tidak dapat terjadi karena tidak terdapat double coincidence of want. Bisa juga kesulitannya timbul karena susahnya mengukur nilai pertukaran/kesetaraan nilai antara barang X dan Y milik dua pihak tersebut. Kesulitan barter ini menyebabkana harus dicari pihak ketiga C yang menawarkan barang Z dan membutuhkan barang X. Namun untuk menghadirkan C tidak selalu mudah karena dibutuhkan biaya informasi dan transaksi. Disini terlihat kesulitannya pertukaran ala barter.

1.1.3 Munculnya Alat/Media Tukar
Melihat adanya berbagai masalah dalam barter tersebut, timbulah pemikiran untuk mencari media yang mampu berfungsi sebagai alat tukar dan pengukur nilai yang diharapkan mampu mengurangi atau menghilangkan biaya biaya yang timbul karena adanya barter dan untuk menjembatani media tukar 2 barang tersebut.
III A B







Misalnya saja 1 Kg barang X = 1/3 kg barang M dan 1 Kg barang Y = 1/6 barang M  (semua barang di ukur dengan M )  Kesepakatan tersebut pada dasarnya merupakan konsep harga relative yang dalam perkembanannya merupakan dasar teory kurs valuta dan term of trade.
Penggunaan uang barang M ( seperti kerang, kulit hewan, sutra dan yang paling popular lama adalah emas dan perak) dalam pertukaran antara A dan B dalam kasus III memang relative lebih sederhana dan murah serta mengurangi kelemahan kelemahan dalam system barter,
Namun dalam perkembangannya penggunaan uang barang tersebut juga menimbulkan masalah seperti kestabilan harga uang barang tersebut karena perubahan produksi dan ketersediaan nya di pasar ( terkadang jumlahnya menjadi lebih banyak dan terkadang jumlah nya menjadi lebih sedikit dibandingkan barang dan jasa yg diperdagangkan di pasar), penggunaan uang barang ini juga memunculkan masalah atas kesulitan penyimpanannya, masalah lain timbul jika transaksi dilakukan dengan pembayaran ditunda atau kredit bisa terjadi nilai uang barang tersebut mengalami perubahan. Hal ini karena uang barang tersebut berpengaruh terhadap fungsinya sebaai alat ukur sehingga tidak netral

1.1.4 Digunakannya Alat/Media Baru ( Uang ) yang Nilainya Relative Stabil
Melihat masih adanya masalah dan biaya dari penggunaan uang barang sebagai media pertukaran dan pengukuran nilai, maka dicari bentuk media lain yang dijamin dapat menstabilkan nilai tukar dan juga dapat menghindari munculnya biaya informasi dan transaksi tersebut. Dari sinilah muncul “ uang kartal dan uang logam” yang berfungsi sebagai alat pembayaran dan nilainya ditentukan atas dasar kesepakatan penjagaan dan kepercayaan . Nilai tukar dalam uang kartal dan logam ini tidak dipengaruhi oleh nilai bahan tersebut, tetapi ditentukan oleh otoritas moneter melalui Undang Undang dan memang diberi wewenang untuk menciptakan uang tersebuit pada nominal yang tertera di uang (metode menjaga nilai uang akan dipelajari nanti )
I.2 Pengertian Uang
Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima saecara umum. Alat tukar itu berupa benda apa saja yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa.
Sedangkan uang dalam ilmu ekonomi modern, didefinisikan beberapa ahli sebagai berikut:
1. AC Pigou; dalam bukunya The Veil of Money, yang dimaksud uang adalah alat tukar.
2. DH Robertson; dalam bukunya Money, ia mengatakan bahwa uang adalah sesuatu yang bisa diterima dalam pembayaran untuk mendapatkan barang-barang.
3. RG Thomas; dalam bukunya Our Modern Banking, menjelaskan uang adalah sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran utang.
Dari uraian dimuka tentang kekurangan dan perbaikan penggunaan uang sebenarnya telah dapat diduga apakah cirri ciri atau syarat yang harus dipenuhi agar sesuatu dapat dikatakan sebagai uang

1.3 Ciri Ciri Uang
I.3.1 Dapat Diterima Umum dan Nilainya Stabil ( Acceptability )
Agar suatu barang dapat berfungsi sebagai uang, maka alat tersebut harus dapat diterima oleh individu dan pihak pihak atau kelompok yang terlibat dalam transaksi dalam system pertukaran tersebut.
Penerimaan tersebut dapat berupa ditetapkan nya dalam undang undang tentang peredaran uang nominal dan seri tertentu oleh otoritas moneter bank central serta diumumkan ke public. dan dijaga nilai baik secara fisik maupun nilai tukar nya.

I.3.2, Mudah Dibawa dan Ditukarkan ( Portability)
Salah satu kelemahan uang barang seperti kerang, kulit emas dan perak dalam system uang barang adalah tidak mudah nya untuk dibawa bawa dalam transaksi. Dalam Hal ini uang kertas yang diciptakan sebagai media tukar sangat mendukung dan cocok untuk maksud tersebut baik dalam transaksi besar maupun transaksi kecil ( dalam perekonomian modern seperti sekarang malahan uang kertas telah pula digeser oleh uang giral dan uang plastic atau kartu kredit yang lebih memberi kepraktisan dalam transaksi )

I.3..3 Tahan Lama Awet dan Tidak Mudah Ditiru ( Durability )
Uang logam dan kertas digunakan dengan maksud untuk media transaksi yang dapat dipakai berkali kali, dengan demikian uang yang dikeluarkan oleh bank central tersebut harus awet dari kerusakan dibandingkan dengan kertas pada umum nya. Didepan dikemukakan Otoritas moneter wajib menjaga uang dari kemerosotan nilai dan kepercayaan masyarakat terhadap uang tersebut. Dengan sendirinya utuk menghindari kemungkinan tersebut uang harus dicetak dengan diberi kode kode tertentu dan dibuat dari bahan khusus yang sulit untuk ditiru

I.3.4 Dapat di Bagi dalam Unit yang Lebih Kecil ( Devisibility )
Karena uang dibuat untuk mampu berfungsi sebagai alat pertukaran dalam unit besar maupun kecil maka uang tersebut juga harus dapat dibagi bagi dalam kelipatan nominal besar dan kecil misalnya Rp 100, Rp 1000, Rp 10.000 Rp 50 000 Rp 100.000 dan sebagai nya

I.3.5 Jumlah nya Mencukupi untuk Transaksi ( Elasticity of suplay )
Jumlah uang yang beredar harus mencukupi kebutuhan dunia usaha/perekonomian agar pertukaran tidak macet, sehingga otoritas moneter bank central sebagai pencipta uang tunggal harus mampu melihat perkembangan perekonomian jumlah barang jasa yang dipertukarkan dan menyediakan jumlah uang yang cukup untuk diedarkan bagi perkembangan perekonomian tersebut

I.4 Fungsi Uang
Uang memainkan beberapa peranan atau berfungsi banyak, untuk itu perlu dibedakan fungsi yang satu dengan yang lain secara jelas

I.4.1 Uang Berfungsi Sebagai Satuan Hitung ( Unit Of Account )
Fungsi ini menunjukkan bahwa dengan uang orang dapat mengukur dan membandingkan nilai atau harga suatu barang atau jasa sehingga memudahkan seseorang untuk melakukan pertukaran/transaksi karena sudah ada penunjuk nilai nya
I4.2 Uang Sebagai Alat Tukar dan Pembayaran (Medium Of Exchange)
Dengan uang pihak yang akan bertransaksi tidak perlu mencari orang yang harus mempunyai double coincidence of wants melainkan cukup menukarkan atau membeli barang dan jasa dengan uang tersebut dan kemudian dia l membeli atau menukarkan barang lain sesuai dengan kebutuhan nya.
I.4..3. Uang Sebagai Penyimpan Nilai ( Store Of Value )
Dengan uang orang dapat menyimpan atau mengakumulasikan kekayaan dan asset nya atau untuk transaksi di masa yang akan datang atau untuk memperbayak minimbun kekayaan nya
I.4.4 Uang sebagai Pengukur dan Pencicilan Utang ( Standard of Deffered Payment )
Bila seseorang membeli barang sekarang dan pembayaran dilakukan dilakukan di saat yang akan datang, maka diperlukan uang yang dapat dipakai untuk mengukur utang dan pembayaran cicilan nya tersebut

1.5. Jenis-jenis Uang
1.5.1. Berdasarkan Bahan (material)
Uang Logam ( uang emas, perak, perunggu )
Uang Kertas (uang kartal (currencies) dan uang giral (deposit money) )

1.5.2 Berdasarkan Nilainya
Uang bernilai penuh (full bodied money)
uang yang nilai terkandungnya (intrinsik) sama dengan nilai nominalnya
Uang yang tidak bernilai penuh (representative full bodied money)
“Token money” uang yang bertanda, artinya uang yang nilai intrinsiknya lebih kecil daripada nilai nominalnya

1.5.3. Berdasarkan Lembaga/Badan Pembuatnya
- Uang Kartal ( uang yang dicetak/dibuat dan diedarkan oleh Bank Sentral ) Uang kartal artinya uang yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari sebagai alat bayar. Uang kartal ada yang berbentuk logam dan ada yang berbentuk kertas yang benar-benar beredar dari tangan ke tangan sebagai alat pembayaran dalam masyarakat.


-. Uang Giral ( uang yang dibuat dan diedarkan ( di inovasi ) oleh Bank-bank Umum (komersial) dalam bentuk Demand Deposit (Check) ) untuk memudahkan transaksi. Uang giral disebut juga demand deposit artinya saldo rekening koran yang ada di Bank dan sewaktu-waktu dapat digunakan. Uang giral merupakan uang yang sah secara ekonomi tetapi secara hukum tidak, artinya hanya berlaku pada kalangan tertentu saja sehingga orang yang menolak pembayaran dengan uang giral contohnya cek tidak dapat dituntut. Untuk mengambil uang giral dapat digunakan cek atau giro.




1.5.4. Berdasarkan Kawasan/Daerah
Uang Domestik ( uang yang berlakunya hanya di suatu negara tertentu, di luar negara tersebut mungkint tidak berlaku )
Uang Internasional ( uang yang berlaku tidak hanya pada suatu negara tetapi mungkin diakui dan berlaku di seluruh dunia )

Tugas ( Simpan dalam Hard /Flash Disk anda untuk tambahan wawasan pengetahuan )
Mencari tambahan informasi dari internet (www.google.co.id, www.bi.go.id dll ) tentang
- Sejarah Penerbitan dan peredaran uang di Indonesia
- Jenis Jenis Mata uang negara negara di dunia
- Pengertian Hard Currency dan Soft Currency
- Jumlah uang beredar dan tingkat Inflasi di Indonesia saat ini
- Kebijakan terbaru Tentang sektor moneter/keuangan ( sebab masalah dan tujuan nya dilakukan kebijakan tersebut )
- Beri komentar pendapat anda mengenai permasalahan diatas


INFLASI
Jika kita perhatikan dan rasakan dari masa lampau sampai sekarang, harga barang barang dan jasa kebutuhan kita harganya terus menaik, dan nilai tukar uang selalu turun dibandingkan nilai barang, gejala itu merupakan inflasi.
Yang dimaksud dengan inflasi adalah proses kenaikan harga harga barang jasa secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga yang sifatnya sementara seperti momen hari raya ( tidak terus menerus ) dan kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya.

Indikator Inflasi
Beberapa indeks yang sering digunakan untuk mengukur inflasi seperti;.
• Indeks Harga Konsumen (IHK)  menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Dilakukan atas dasar survei bulanan di 45 kota, di pasar tradisional dan modern terhadap 283-397 jenis barang/jasa di setiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komoditas.
• Indeks Perdagangan Besar  merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah
• GDP Deflator  mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk dalah perhitungan GNP diperoleh dengan membagi GDP nominal ( atas dasar harga berlaku ) dengan GDP Riel ( atas daasar harga konstan/tahun dasar )
Penggunaan Indeks yang bervariasi itu dikarenakan arti penting masing masing barang tersebut bagi tiap kelompok masyarakat tidak sama
Jenis Jenis Inflasi

#. Menurut Ukuran parah tidak nya
- Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
- Inflasi sedang (antara 10% - 30% setahun)
- Inflasi berat (antara 30% - 100% setahun), dan
- Inflasi tak terkendali (di atas 100% setahun)

Di Indonesia Pernah Terjadi Inflasi diatas 500 % pada tahun 1966, pada masa sekarang pemerintah menargetkan Inflasi di bawah 10 %, namun dampak inflasi bagi masyarakat tidak semata mata ditentukan tinggi nya tingkat inflasi, namun juga kelompok barang yang mengalami inflasi. Jika inflasi disebabkan oleh kelompok barang kebutuhan pokok, maka akan berpengaruh besar pada masyarakat, sebaliknya jika hanya barang mewah yg mengalami kenaikan, maka hanya berpengaruh pada sekelompok kecil masyarakat

# Menurut Penyebabnya
Secara Ekonomi Perubahan harga bisa disebabkan karena sisi penawaran ( Suplay ) dan sisi permintaan ( Demmand)


- Tarikan Permintaan (Demand pull inflation)
Inflasi terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total ( Agregat Demmand ) yang berlebihan sementara produksi ( Suplay ) telah berada pada keadan kesempatan kerja yang penuh dan tidak mungkin meningkat lagi sehingga penambahan permintaan hanya akan menyebabkan terjadi nya perubahan peningkatan harga

-. Desakan Biaya (Cost push inflation)
Inflasi ini terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik. Terjadi Biaya per unit yang lebih tinggi untuk produksi/ pergeseran kurva penawaran ke kiri/ lebih sedikit jumlah barang yang ditawarkan pada harga yg sama/ keseimbangan baru dicapai pada harga yang lebih tinggi diikuti penurunan kuantitas yang terjual. Sumber kenaikan biaya produksi ini bisa berasal dari banyak hal misalnya; kenaikan upah buruh, kenaikan harga energi, kenaikan harga bahan baku



#. Berdasarkan asal timbulnya inflasi
-. Inflasi berasal dari dalam negeri, misalnya sebagai akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal.
-. Inflasi yang berasal dari luar negeri, yaitu inflasi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.

#. Berdasarkan cakupan pengaruh kenaikan harga
Jika terjadi kenaikan harga secara umum hanya berkaitan dengan beberapa barang tertentu secara kontinu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation) dan apabila kenaikan harga terjadi secara keseluruhan disebut inflasi terbuka (Open Inflation), sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya dan setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).

#, Berdasarkan Fundamentalitas penyebab Inflasi
-. Inflasi Inti Yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental seperti: Interaksi permintaan-penawaran, Lingkungan eksternal seperti nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang dan Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
-. Inflasi non Inti Yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Seperti terdiri dari :Inflasi Volatile Food. ( Inflasi yang dipengaruhi shocks dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, gangguan penyakit.) dan Inflasi Administered Prices (Inflasi yang dipengaruhi shocks berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM, tarif listrik, tarif angkutan, dll)

Dampak inflasi
Secara umum, inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi.
Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi) keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu, orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat, para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

- Efek Terhadap Pendapatan
Secara umum inflasi akan mengurangi daya beli seseorang apalagi bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap inflasi ini sangat merugikan. Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. bila orang enggak menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman. Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu, bahkan bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, bisa gulung tikar (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).


- Efek Terhadap Efisiensi
Inflasi dapat mengubah pola alokasi factor produksi. Perubahan harga barang konsumsi dan harga barang factor produksi akan mengubah pemakaian barang tersebut pada kegiatan produksi dan konsumsi yang lebih efisien

- Efek Terhadap Output
Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, apabila kenaikan harga barang barang mendahului kenaikan biaya produksi sehingga menyebabkan keuntungan produsen dalam jangka pendek, Namun lebih banyak Inflasi menurunkan output apabila laju inflasi cukup tinggi menyebabkan daya beli menurun dan mengurangi daya serap output produksi

- Efek Terhadap Redistribusi pendapatan
Apabila harga harga naik, maka daya beli masyarakat akan menurunm, namun ada sekelompok masyarakat yang mampu menaikkan daya belinya akibat kenaikan barang tersebut

- Bagi perekonomian nasional
• Investasi berkurang
• Mendorong tingkat bunga
• Mendorong penanam modal yang bersifat spekulatif
• Menimbulkan kegagalan pelaksanaan pembangunan
• Menimbulkan ketidakpastian keadaan ekonomi masa yang akan datang
• Menyebabkan daya saing produk nasional berkurang
• Menimbulkan defisit neraca pembayaran
• Merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat
Teory Inflasi
Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi
- Teori Kuantitas  Teori ini berdasarkan persamaam MV = PT.
Menurut teori ini inflasi hanya bisa terjadi kalo ada tambahan volume uang yang beredar (kartal maupun giral) tanpa diiringi oleh pasokan ( suplai) barang barang yang tersedia . Inflasi juga dapat terjadi oleh harapan ekspektasi psikologi masyarakat mengenai kenaikan harga harga di masa datang
- Teory Keynes  Mengemukakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya dan permintaan masyarakat akan barang barang melebihi jumlah barang barang yang tersedia
- Teory Struktural  Teori ini lebih menekankan penyebab inflasi berasal dari struktur perekonomian yang tidak mampu mengantisipasi secara cepat dan fleksibel atas perkembangan perekonomian yang ada terutama terjadi di Negara Negara berkembang. Negara berkembang biasanya hanya menghasilkan hasil alam dan pertanian yang daya tukar nya tidak berkembang secepat produk industri yang di impor dari Negara maju. Negara berkembang juga menghadapi permasalahan kependudukan

Peran Bank Central dlm Pengendalian Inflasi
Bank Central memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank Central suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank Central bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral, termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen -- salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian -- akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengendalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
• Tugas Bank Indonesia
Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Pasal 7). Amanat ini memberikan kejelasan peran bank sentral dalam perekonomian, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia dapat lebih fokus dalam pencapaian "single objective"-nya.
• Apa yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah?
Kestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar yang terjadi. Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga barang-barang secara umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan dari sisi penawaran. Dalam hal ini, BI hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana alam, musim kemarau, distribusi tidak lancar, dll) sepenuhnya berada diluar pengendalian BI. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil, diperlukan adanya kerjasama dan komitmen dari seluruh pelaku ekonomi, baik pemerintah maupun swasta. Tanpa dukungan dan komitmen tersebut niscaya tingkat inflasi yang sangat tinggi selama ini akan sulit dikendalikan. Selanjutnya nilai tukar rupiah sepenuhnya ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan panawaran yang terjadi di pasar. Apa yang dapat dilakukan oleh BI adalah menjaga agar nilai rupiah tidak terlalu berfluktuasi secara tajam.
• Pentingnya kestabilan harga
Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
PR Cari data di BI dan BPS IHK dan tingkat infasi th 2000 sd 2008

sekilas tentang sejarah bank indonesia

Sejarah Bank Indonesia di Bidang Perbankan Periode
1953 - 1959
Saat kembali menjadi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) pada 17
Agustus 1950, struktur perekonomian
Indonesia, masih didominasi oleh
struktur kolonial. Meskipun saat itu
struktur perbankan Indonesia boleh
dikatakan merupakan komponen sarana
moneter yang tidak banyak berperan
dalam operasi perbankan, tetapi kondisi
semacam ini menimbulkan keinginan
kuat masyarakat untuk memasukkan
lebih banyak unsur nasional dalam
struktur ekonomi Indonesia.
Bank Indonesia lahir setelah berlakunya Undang-Undang (UU) Pokok Bank Indonesia
pada 1 Juli 1953. Sesuai dengan UU tersebut, BI sebagai bank sentral bertugas
untuk mengawasi bank-bank. Namun demikian, aturan pelaksanaan ketentuan
pengawasan tersebut baru ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 1/1955
yang menyatakan bahwa BI, atas nama Dewan Moneter, melakukan pengawasan
bank terhadap semua bank yang beroperasi di Indonesia, guna kepentingan
solvabilitas dan likuiditas badan-badan kredit tersebut dan pemberian kredit secara
sehat yang berdasarkan asas-asas kebijakan bank yang tepat. Dari pengawasan dan
pemeriksaan BI, terungkap berbagai praktik yang tidak wajar yang dilakukan, seperti
penyetoran modal fiktif atau bahkan praktik bank dalam bank. Untuk mengatasi
kondisi perbankan itu, dikeluarkan Keputusan Dewan Moneter No. 25/1957 yang
melarang bank-bank untuk melakukan kegiatan di luar kegiatan perbankan.
Pada November 1957, diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan (MUNAP) yang
antara lain memutuskan pengambilalihan perusahaan-perusahaan milik Belanda,
termasuk bank. Langkah awal untuk nasionalisasi bank-bank Belanda diprakarsai
oleh KSAD selaku penguasa militer yang menetapkan bahwa pengawasan atas
penyelenggaraan bank-bank Belanda dipercayakan kepada Badan Pengawasan Bank-
Bank Belanda Pusat. Badan pengawasan tersebut didirikan pada setiap daerah yang
terdapat bank cabang milik Belanda dengan nama Badan Pengawasan Bank-Bank
Daerah dengan tujuan mencegah berlangsungnya run pada bank-bank Belanda
sehubungan dengan tindakan nasionalisasi yang dilakukan pemerintah. Pengawasan
terhadap bank-bank Belanda dilakukan secara langsung dengan cara menempatkan
tim pengawas pada setiap bank. Peranan Bank Indonesia dalam pengawasan ini
sangat penting karena hanya Bank Indonesia yang memiliki personel yang
menguasai teknik pengawasan dan pemeriksaan bank.
Kebijakan pemerintah untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda
ditetapkan dalam UU No. 86/1958 yang berlaku surut hingga 3 Desember 1957.
Nasionalisasi bank-bank Belanda yang merupakan bank devisa dilakukan
berdasarkan prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi kerugian cadangan devisa
negara. Untuk itu, Badan Pengawas Bank Pusat mempertahankan direksi lama bank
yang diawasi. Beberapa bank Belanda yang dinasionalisasi pada saat itu adalah
Nationale Handelsbank yang pada 1959 menjadi Bank Umum Negara (BUNEG),
Escomptobank pada 1960 diubah menjadi Bank Dagang Negara (BDN), dan
Nederlandsch Handel Maatschappij N.V. (Factorij) yang pada 1957 digabungkan ke
dalam Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan hasil peleburan
Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan Bank Tani dan Nelayan (BTN). Jika bank-bank
milik Belanda dinasionalisasi oleh pemerintah, maka lain halnya dengan bank-bank
asing yang bukan milik Belanda. Dengan prinsip berdikari dan semangat
nasionalisme yang terus menggelora, pada masa 1950-an pemerintah menyatakan
penutupan beberapa bank asing (bukan Belanda), yaitu Overseas Chinese Banking
Corporation, Bank of China, serta Hong Kong and Shanghai Banking Corp.
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 2/1959.

2. Sistem & Perkembangan Perbankan Indonesia s.d. Tahun 1959
Perbankan Indonesia telah memiliki rangkaian sejarah yang cukup panjang. Sejak
masa pemerintahan kolonial, telah banyak berdiri bank-bank asing baik dari negara
Belanda maupun negara asing lainnya serta beberapa bank lokal. Bahkan pada masa
pergerakan nasional juga muncul beberapa bank yang bernuansa semangat nasional.
Memasuki masa kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia mulai mendirikan
bank-bank pemerintah seperti Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia
(BRI), Bank Industri Negara (BIN), dan Bank Tabungan Pos. Selain bank-bank
pemerintah, pada masa itu juga telah beroperasi beberapa bank swasta nasional,
bank-bank asing (termasuk DJB), lumbung desa, bank desa, dan yayasan kredit.
Seluruh bank tersebut, baik bank pemerintah maupun swasta, terus berkembang
hingga masa-masa selanjutnya. Berdirinya Bank Indonesia pada 1 Juli 1953 telah
membuka fase baru dalam tata perbankan Indonesia, khususnya dalam hal
pengawasan bank. Sebelum berdirinya BI pada tahun 1953, belum ada lembaga
yang melakukan fungsi pengawasan bank. Hingga kemudian berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 1/1955, ditetapkan Bank Indonesia atas nama Dewan Moneter
melaksanakan pengawasan terhadap semua bank umum dan bank tabungan yang
beroperasi di Indonesia.
Kebutuhan akan lembaga keuangan yang bertindak sebagai lembaga intermediasi
antara surplus unit dan defisit unit tidak dapat dilepaskan dari kehidupan suatu
perekonomian. Lembaga ini terbagi atas dua jenis utama yaitu bank dan non-bank.
Berbicara masalah bank/perbankan, bahasan kali ini akan mengupas tentang
perkembangan perbankan di Indonesia hingga tahun 1959. Selain itu, yang juga
penting adalah ulasan mengenai ketentuan dalam hal pengawasan bank.
Bagaimanakah kisah selengkapnya? Anda dapat ikuti dalam artikel Sistem dan
Perkembangan Perbankan Indonesia s.d. Tahun 1959 ini yang akan dibagi ke dalam
2 episode.
Sistem perbankan pada hakekatnya merupakan bagian dari sistem keuangan yang
mempunyai cakupan luas yaitu lembaga keuangan sebagai lembaga intermediasi,
instrumen keuangan seperti saham, obligasi, surat berharga pasar uang, treasury
note, dan pasar sebagai tempat perdagangan instrumen keuangan seperti bursa
saham dan pasar uang antar bank. Lembaga keuangan memberikan jasa
intermediasi berupa jembatan antara surplus unit dengan defisit unit dalam ekonomi,
dan semua bank termasuk golongan ini.
Secondary financial intermediation, adalah lembaga keuangan yang memanfaatkan
dana pinjaman dari lembaga keuangan lain, yang termasuk ke dalam kategori ini
adalah lembaga keuangan bukan bank.
Jelaslah, bahwa lembaga keuangan terdiri atas bank, lembaga keuangan bukan
bank, (di antaranya lembaga pembiayaan pembangunan, lembaga perantara
penerbitan dan perdagangan surat-surat berharga) dan lembaga keuangan jenis lain,
seperti asuransi, dana pensiun, modal ventura, dan leasing.

Di dalam kiprahnya, bank dapat ditinjau dari sisi fungsi dan dari sisi kepemilikan.
Dari sisi fungsi bank dikategorikan sebagai bank umum, bank tabungan, bank
pembangunan, dan bank sekunder.
Fungsi sebuah bank umum antara lain menyediakan fasilitas penyimpanan dana
masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, maupun deposito dan dapat dimanfaatkan
masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Di samping itu, bank mampu
menciptakan uang giral dan uang kuasi melalui proses pelipatgandaan simpanan
uang yang sebagian besar diterima dari masyarakat untuk disampaikan kembali
pada masyarakat. Selain itu bank bertugas menyiapkan mekanisme pembayaran
atau transfer dana yang dapat meminimalkan biaya dan kendala serta menyediakan
pinjaman yang manfaatnya besar bagi peningkatan produksi, perluasan penanaman
modal, dan penaikan standar hidup.
Bank tabungan, sesuai dengan namanya, mengutamakan penerimaan simpanan
dalam bentuk tabungan dengan prioritas usaha pembungaan dalam bentuk kertas
berharga.
Adapun bank pembangunan mengumpulkan dananya melalui simpanan deposito
serta mengeluarkan kertas berharga yang berjangka, dan menjalankan usahanya
dengan memberi kredit jangka panjang.
Bank sekunder memiliki kegiatan bersifat lokal, menerima simpanan serta memberi
kredit kepada para pedagang pasar dan penduduk desa sekitarnya. Termasuk jenis
ini adalah bank desa, lumbung desa, bank pasar, dan bank pegawai. Jenis bank ini
disebut Bank Rural yang tidak diijinkan menerima simpanan giro.
Apabila ditinjau dari segi kepemilikan, bank terbagi dalam kategori: bank pemerintah
yang kepemilikan seluruh modalnya dari pemerintah, dan menjadi kekayaan atau
aset pemerintah yang terpisah; Bank Pemerintah Daerah, yang seluruh atau
sebagian besar sahamnya dimiliki Pemerintah Daerah (Pemda) dan menjadi
kekayaan Pemda yang terpisah; bank swasta nasional dimiliki oleh warga negara
Indonesia atau badan hukum dengan pimpinan dan anggota yang
berkewarganegaraan Indonesia; bank asing sebagai cabang bank di luar negeri atau
bank campuran (joint venture) antara pihak luar negeri dan pihak swasta Indonesia.
Patut diketahui, bahwa tidak semua bank diperbolehkan melakukan transaksi dengan
pihak luar negeri, kecuali bank yang diberi ijin dan biasanya disebut bank devisa.
Berbicara mengenai perkembangan perbankan di Indonesia, tidak bisa lepas dari
sejarah jaman Hindia Belanda yaitu bank yang pertama didirikan adalah Bank Van
Leening tahun 1746, Nederlandsche Handel Maatschapij berdiri tahun 1824,
kemudian didirikan De Javasche Bank tahun 1828, Escomptobank tahun 1857 dan
Nederlandsche Indische Handelsbank tahun 1864.
Di samping bank Belanda, juga berdiri bank asing lain seperti, The Chartered Bank of
India, Australia and China tahun 1859, Hongkong and Shanghai Banking Corporation
di tahun 1884, Bank of China tahun 1915, Yokohama Specie Bank tahun 1919,
kemudian Mitsui Bank 1925.
Bank-bank lokal ikut bermunculan, seperti Bank Vereeniging Oey Tiong Ham tahun
1906 di Semarang, Chung Hwa Shangieh Maatschapij tahun 1913 di Medan, Batavia
Bank tahun 1918 di Batavia dan Spaarbank atau Bank Tabungan di berbagai kota.

Bangkitnya semangat kebangsaan turut memunculkan bank-bank nasional yang
dimulai oleh Bank Nasional Indonesia pada tahun 1928 di Surabaya.
Bank-bank pemerintah yang didirikan setelah era tersebut antara lain Bank Negara
Indonesia tahun 1946, Bank Rakyat Indonesia yang juga didirikan tahun 1946, Bank
Tabungan Pos yang merupakan kelanjutan kegiatannya di jaman penjajahan
diaktifkan kembali tahun 1950, kemudian didirikan Bank Industri Negara tahun
1955, serta Bank Tani dan Nelayan di tahun 1957.
Sejarah bank di Indonesia makin lengkap dengan dinasionalisasikannya beberapa
bank Belanda di tahun 1959 hingga 1960 seperti: Nationale Handels Bank NV yang
berubah menjadi Bank Umum Negara, Escomptobank berubah nama menjadi Bank
Dagang Negara dan Nederlandsche Handels Maatschappij menjadi Bank Ekspor
Impor Indonesia.
Kegiatan berbagai bank sebelum diberlakukan Undang-undang Pokok Bank Indonesia
No.11/1953 sangat beragam. Bank-bank pemerintah umumnya masih berbenah diri,
misalnya BNI pada periode ini masih aktif membantu para pengusaha pendatang
baru melalui sistem importir benteng melalui fasilitas devisa, kredit bank dan subsidi
pemerintah. Bank Rakyat Indonesia gencar mendorong pertumbuhan bank desa, dari
1769 buah di tahun 1951 menjadi 4640 buah tahun 1954. Pada periode yang sama,
Bank Industri Negara berhasil meningkatkan pemberian pinjaman dari Rp130 juta,-
menjadi Rp 426 juta,- terutama untuk industri gula. Setelah aktif kembali Bank
Tabungan Pos memberi pinjaman pada pemerintah daerah untuk pembiayaan
pembangunan pasar, penyaluran tenaga listrik, dan pembangunan stasiun bis. Bankbank
asing masih terlihat dominan memberi kredit pada debitur asing hingga
sebesar 78 % dan hanya porsi kecil yang didapat debitur nasional.
Di samping bank, terdapat satu yayasan yang didirikan tahun 1950 dan berperan
memberi jaminan terhadap nasabah bank yang meski potensial tetapi tidak
memenuhi standar kelayakan dari bank. Yayasan Pemusatan Jaminan Kredit Rakyat
ini kemudian melakukan efisiensi kinerja di tahun 1956 dan berganti nama dengan
Yayasan Lembaga Jaminan Kredit. Pada akhir tahun 1951, dengan perantaraan
yayasan, kredit yang disediakan untuk 44 nasabah dengan nilai Rp2,7 juta,- dan
perusahan-perusahaan ekspor, impor dan pengangkutan untuk 26 nasabah nilai
pinjaman Rp4,7 juta,-.
Perkembangan kegiatan Perbankan setelah Undang-undang No.11 tahun 1953,
semakin dinamis misalnya.
Bank BNI berhasil mencatat kenaikan kredit rata-rata 62% pertahun, dari Rp160
juta,- ditahun 1955 mencapai Rp380 juta tahun 1959, bahkan ikut mendirikan badan
usaha seperti Maskapai Asuransi Indonesia, perusahaan pelayaran Jakarta Loyd.
Di samping itu BRI juga mampu meningkatkan kredit 18% sepanjang tahun 1958
dan 24% tahun 1959 melalui 118 kantor cabangnya.
Bank Industri Negara mampu meningkatkan gironya 31% per tahun, yaitu dari
Rp340 juta tahun 1956 menjadi Rp 552 juta pada tahun 1958, sementara itu
kreditnya naik 62% pertahun, dari Rp515 juta tahun 1955 menjadi Rp 1.844 juta di
tahun 1959. Dalam rangka menambah modal bank, telah diterbitkan obligasi, yang

selain dijual melalui bursa efek Jakarta juga berhasil diperdagangkan melalui bursa
efek Belanda.
Bank Koperasi, Tani dan Nelayan memfokuskan kegiatannya membantu petani,
buruh tani dan nelayan agar terlepas dari jeratan lintah darat dan mampu
mengembangkan usahanya.
Bank Tabungan Pos dana tabungan yang dipelihara meningkat dari Rp214 juta pada
tahun 1955 menjadi Rp489 juta di tahun 1959, kemudian ditanamkan dalam bentuk
obligasi pemerintah, bilyet perbendaharaan negara.
Bank swasta nasional mampu meningkatkan pemberian kredit kepada nasabahnya,
dari Rp 529,2 juta tahun 1955 naik menjadi Rp1.481,3 juta tahun 1959 atau naik
sebanyak 280%.
Bank-bank asing yang mendominasi pemberian kredit kepada perusahaanperusahaan
asing, perannya makin menurun karena terjadinya konflik antara
Indonesia dengan Belanda disamping itu perusahaan Belanda dinasionalisasi.
Sistem pengawasan perbankan Indonesia mengalami peningkatan dari waktu ke
waktu, di jaman Hindia Belanda, sistem pengawasan belum terbentuk. De Javasche
Bank, sebagai bank sirkulasi waktu itu, tugasnya hanya sampai tingkat analisis dari
laporan berkala bank-bank yang diserahkan secara sukarela. Setelah dinasionalisasi
tahun 1951, kondisi ini masih sama, karena yang berubah hanya kepemilikannya
saja, dan tidak tugasnya.
Mengingat aktivitas bank sebagai penghimpun dana masyarakat, maka patut
mendapat pengawasan ketat. Pengawasan dilakukan berdasarkan UU No 11/1953
mulai dari pemberian sampai dengan pencabutan ijin. Wewenang dalam pengawasan
terhadap bank meliputi berbagai tahap yaitu Pertama adalah masalah perizinan,
diteliti dan diperiksa apakah bank tersebut sudah memiliki ijin operasi, sebelum
melakukan segala aktifitasnya. Selanjutnya, diterapkan aturan-aturan yang ketat
agar pengoperasian bank terbebas dari penyimpangan kebijakan yang merugikan
nasabah., tahap selanjutnya adalah Pengawasan dilakukan baik secara langsung
maupun melalui laporan berkala secara cermat guna mencegah penyelewengan dan
terakhir adalah pengenaan sanksi yang bergantung pada tingkat penyimpangan
termasuk pencabutan ijin bila terbukti terjadi pelanggaran berat.
Pengawasan yang efektif dalam bentuk ketetentuan pelaksanaan dituangkan dalam
Peraturan Pemerintah No.1 tahun 1955, yang didasarkan pada Undang-undang
No.11/1953. Tidaklah mengherankan, bila UU No.11/1953 dan PP No.1/1955 sering
disebut tonggak sejarah perkembangan pengawasan perbankan di Indonesia.
Dikemudian hari kedua peraturan ini kelak disempurnakan melalui UU No.14/1967
dan UU No.7/1992.
Dua hal yang menonjol dalam sejarah dan perkembangan perbankan Indonesia
hingga 1959 adalah dimulainya sistem pengawasan bank tahun 1955 dan
menurunnya peran bank-bank asing dalam pembiayaan sektor swasta. Sehingga
bank-bank nasional semakin giat berkiprah dalam pembangunan ekonomi nasional.

Perkembangan perbankan memberikan warna dalam kancah perekonomian
Indonesia. Perjalanan perbankan nasional setelah nasionalisasi bank-bank asing
dikukuhkan dengan dikeluarkannya Undang-undang Pokok Bank Indonesia No. 11
tahun 1953. Setelah itu, ketentuan tersebut dilengkapi dengan PP No. 1 tahun 1955
yang juga sama-sama merupakan tonggak sejarah perkembangan pengawasan
perbankan di Indonesia.

3. Nasionalisasi Bank-Bank Belanda
Setelah tujuh tahun berlalu, akhirnya Indonesia menyatakan pembatalan secara
sepihak atas hubungan Indonesia-Nederland dalam perjanjian Konferensi Meja
Bundar (KMB) 1949. Pada saat yang sama, kondisi perpolitikan tanah air sedang
bergejolak karena ketidakserasian hubungan antara pusat dengan daerah. Keadaan
tersebut menjadi alasan bagi Presiden Soekarno untuk menyatakan negara dalam
keadaan bahaya perang bagi seluruh wilayah Republik Indonesia pada Maret 1957.
Sebagai upaya penyelesaian politik antara pusat dan daerah, diadakanlah
Musyawarah Nasional Pembangunan (MUNAP). Musyawarah tersebut di antaranya
menetapkan pengambilalihan perusahaan-perusahaan Belanda yang bergerak dalam
bidang ekonomi, termasuk bank-bank Belanda. Hingga tahun 1957, terdapat tiga
bank milik Belanda yang masih beroperasi di Indonesia, yaitu Nationale
Handelsbank, Escomptobank, dan Nederlandsch Handel Maatschappij (NHM). Setelah
diambil alih, ketiga bank tersebut kemudian dinasionalisasi dan dilebur ke dalam
bank-bank baru yang telah dibentuk oleh pemerintah RI. Meskipun nasionalisasi
telah dilakukan dengan penuh kehati-hatian, tetapi hal ini masih menimbulkan akibat
negatif bagi kegiatan perbankan. Hal tersebut terutama terlihat dari jumlah kredit
bank-bank asing yang terus menyusut pada periode pasca pengambilalihan.
Bangsa Indonesia mulai diperkenalkan dengan lembaga perbankan sejak berdirinya
De Bank van Leening oleh bangsa Belanda. Kemudian setelah itu bermunculanlah
bank-bank asing seiring dengan perkembangan perekonomian di Nusantara ini.
Meruaknya pertempuran di antara Belanda dengan Indonesia akibat kolonialisme
Belanda menimbulkan rasa kebencian di diri bangsa Indonesia. Meskipun beberapa
kali dilakukan usaha damai di antara kedua belah pihak, namun setiap kali pula
Belanda mengingkarinya. Sisa-sisa perasaan tidak suka terhadap Belanda yang
masih membakar dada bangsa Indonesia, membuat semangat nasionalisasi atas
perusahaan-perusahaan Belanda semakin meluap, sehingga terjadi pengambilalihan
atas perusahaan-perusahaan Belanda tersebut, termasuk juga menasionalisasi bankbank
Belanda. Untuk itu, dikeluarkanlah Undang-Undang No. 86 tahun 1958 yang
berlaku surut s.d. 3 Desember 1957 untuk melegalisasi kegiatan nasionalisasi
perusahaan Belanda.
Kehadiran bank-bank di Nusantara,
ditandai dengan berdirinya De Bank
van Leening, pada tanggal 20 Agustus
1746. Namun pada perjalanannya, De
Bank van Leening tidak dapat
beroperasi dengan baik, kemudian
dilebur ke dalam De Bankcourant yang
didirikan pada tanggal 1 September
1752 dan namanya berubah menjadi
De Bankcourant en Bank van Leening
pada tanggal 5 September 1752. Tapi
De Bankcourant en Bank van Leening
juga tidak dapat beroperasi dengan
baik dan akhirnya ditutup karena
bangkrut.

De Javasche Bank yang didirikan pada tahun 1828, merupakan bank Belanda yang
berhasil berkembang dan merupakan cikal bakal bank sentral Indondesia di
kemudian hari. Bank Belanda lainnya seperti Nederlandsch Indische Escompto
Maatschapij, Nederlandsch Indische Handelsbank, dan Nederlandsche Handel
Maatschapij mulai beroperasi berturut-turut pada tahun 1857, 1864, dan 1883.
Seiring dengan perkembangan perekonomian Nusantara, beberapa bank asing
lainnya mulai pula melakukan operasinya, yaitu sebagai berikut:
1. The Chartered Bank of India, Australia and China, Batavia tahun 1862
2. Hongkong and Shanghai Banking Corporation, Batavia tahun 1884
3. Yokohama-Specie Bank, Batavia tahun 1919
4. Taiwan Bank, tahun 1915, Batavia, Semarang, dan Surabaya
5. China and Southern Ltd., Batavia tahun 1920
6. Mitsui Bank, Surabaya tahun 1925
7. Overseas China Banking Corporation, Batavia tahun 1932
Pada masa kolonial, terjadi pasang surut jumlah bank. Menjelang pecahnya Perang
Dunia II, Pemerintah Hindia Belanda melikuidasi tiga bank Jepang yang beroperasi
saat itu. Dan pada saat Jepang berkuasa atas Asia Pasifik, bank-bank Belanda,
Inggris, dan termasuk beberapa bank Cina dilikuidasi oleh Jepang.
Kembalinya Bank Belanda di Indonesia pasca Kemerdekaan 1945, berawal dari
kemenangan Sekutu atas Jepang di Asia Pasifik. Belanda yang hadir di Indonesia
bersamaan dengan kedatangan sekutu, melucuti senjata tentara Jepang, kemudian
berusaha untuk kembali menduduki Indonesia.
Izin pembukaan bank Belanda di wilayah Indonesia dikeluarkan pada tanggal 2
Januari 1946 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Bank-bank Belanda pun
kembali beroperasi di beberapa wilayah Indonesia.
Sementara itu, konflik bersenjata
antara Indonesia dan Belanda kembali
terjadi akibat pelanggaran Perjanjian
Linggarjati oleh Belanda. Agresi Militer
Belanda I tersebut berhasil diakhiri
melalui perundingan Renville pada
tanggal 17 Januari 1948. Namun,
Belanda mengingkari hasil
kesepakatan Perjanjian Renville
tersebut dan kembali melakukan
Agresi II. Konflik senjata antara
Indonesia dengan Belanda baru benarbenar
berhenti setelah Dewan
Keamanan PBB mengeluarkan resolusi
pada tanggal 28 Januari 1949.
Resolusi tersebut menghimbau agar kedua belah pihak yang bertikai segera
mengupayakan cara-cara damai untuk menyelesaikan konflik.

Di penghujung tahun 1949, perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang
diselenggarakan di Den Haag Belanda, menghasilkan pembentukan negara Republik
Indonesia Serikat yang mencakup seluruh wilayah Indonesia, kecuali wilayah Irian
Barat yang akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.
Sampai akhirnya, pihak Republik Indonesia membubarkan RIS pada tahun 1950,
masalah pengembalian Irian Barat, tidak kunjung terealisasi, sehingga perasaan anti
Belanda yang memang telah ada di benak masyarakat, semakin besar karenanya.
Pemerintah pun akhirnya secara resmi menyatakan pembatalan perjanjian KMB.
Pada waktu yang bersamaan, situasi dalam negeri semakin memanas dan tidak
menentu akibat pertikaian antara pemerintah pusat dan daerah. Masalah
perimbangan kekuasaan serta pembangunan dan keuangan, menjadi topik utama
pertentangan.
Untuk mengakhiri gejolak keamanan
nasional, pada bulan Maret 1957,
berdasarkan Undang-Undang (UU) No.
74 tahun 1957 tentang Negara dalam
Keadaan Bahaya atau SOB (Staat van
Oorlog en Beleg), Presiden Soekarno
menyatakan bahwa seluruh wilayah
Indonesia dalam keadaan bahaya.
Presiden Soekarno juga memberikan
kekuasaan penuh kepada Panglima
Angkatan Darat untuk mengamankan
seluruh wilayah Indonesia.
Guna menentukan langkah-langkah konkrit dalam perbaikan hubungan antara
pemerintah pusat dengan daerah, serta percepatan perekonomian, maka
diselenggarakan Musyawarah Nasional Pembangunan (MUNAP). Sesuai dengan
tuntutan masyarakat, MUNAP merekomendasikan perusahaan-perusahaan Belanda,
termasuk tiga bank Belanda di antara tujuh bank asing yang beroperasi saat itu,
untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya demi kepentingan negara dan masyarakat.
Namun, perasaan anti Belanda yang masih membara, membuat semangat
nasionalisasi masyarakat tidak terkendali, sehingga belum sempat pemerintah
mengambil langkah-langkah resmi dalam rangka nasionalisasi perusahaan Belanda,
di beberapa tempat dan kesempatan, serikat buruh telah berhasil mengambil alih
beberapa perusahaan Belanda.
Untuk menghindari terjadinya
nasionalisasi yang tidak terkendali
pada bank-bank Belanda serta
memastikan agar roda perekonomian
tetap berjalan, Bank Indonesia
berinisiatif untuk mendatangi Markas
Besar Angkatan Darat, guna
membahas dan merumuskan langkahlangkah
pengamanan,

pengambilalihan, serta pengawasan bank Belanda.
Dengan memperhatikan aspek-aspek hukum, kemungkinan terjadinya bank rush,
sabotase, kepentingan para kreditur, masalah pemberian ganti rugi, pengamanan
devisa negara, serta kelangsungan operasi bank-bank Belanda tersebut, akhirnya
rumusan mengenai pengawasan bank-bank Belanda dan pembentukan Badan
Pengawasan Bank-Bank (BPBB) Pusat yang terdiri atas wakil Angkatan Darat, Bank
Indonesia, dan Departemen Keuangan, berhasil disahkan malam itu juga melalui
pengumuman Menteri Keuangan dan Surat Keputusan KSAD No. Kpts/MP/080/1957
tanggal 8 Desember 1957.
BPBB Pusat dan BPBB Daerah kemudian menempatkan tim pengawas bank-bank
pusat dan daerah guna memastikan kegiatan operasi bank-bank Belanda tetap
berjalan aman dan normal sesuai dengan tujuan nasionalisasi. Langkah-langkah
nasionalisasi perusahaan-perusahaan dan bank-bank Belanda kemudian dilanjutkan
dengan keluarnya Peraturan Penguasa Perang No. Prt/Peperpu/05/1958 tanggal 5
Maret 1958 yang mewajibkan semua bank Belanda untuk tetap meneruskan kredit
yang telah disepakati dengan nasabahnya, serta pemberian jaminan kepada
perusahaan Belanda untuk tetap dapat bertransaksi melalui bank Belanda.
Seiring dengan berakhirnya masa berlaku undang-undang keadaan bahaya,
dibuatlah dasar hukum baru sehubungan dengan pengawasan bank-bank Belanda.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 tahun 1956, menempatkan secara wajar peranan
pemerintah dan angkatan darat dalam penguasaan dan pengawasan bank-bank
Belanda. Sejak saat itu, Menteri Keuangan bertanggung jawab atas pengawasan
bank-bank Belanda.
Untuk menjaga legalitas kegiatan nasionalisasi perusahaan Belanda, pemerintah
kemudian mengeluarkan UU No. 86 tahun 1958, yang berlaku surut hingga tanggal 3
Desember 1957.
Kegiatan nasionalisasi bank-bank Belanda dimulai dengan penghentian segala
kegiatan lalu lintas luar negeri Nationale Handelsbank N.V. (NHB). Terhitung sejak
tanggal 3 November 1958, NHB tidak diperkenankan untuk membuat transaksi baru.
NHB hanya diperkenankan untuk melanjutkan proses transaksi luar negeri yang
sebelumnya telah atau masih dijalankan sebelum tanggal 5 November 1958. NHB
mewajibkan bank koresponden di luar negeri untuk memindahbukukan semua valuta
asing atas namanya kepada rekening Dana Devisen milik negara.
Manajemen NHB diserahkan kepada BPBB Pusat pada tanggal 20 April 1959, dan
kemudian dinasionalisasi pada tanggal 10 Agustus 1959. Seluruh aset NHB kemudian
dialihkan kepada Bank Umum Negara.
Anggaran Dasar Escomptobank diubah melalui Rapat Umum Pemegang Saham yang
dilaksanakan tanggal 18 November 1958. Dewan komisaris dan direksi PT
Escomptobank di Jakarta, yang semuanya Warga Negara Indonesia asli, diberi
kekuasaan lebih banyak atas dewan pengawas/pemimpin cabang dari kantor-kantor
Escomptobank di luar negeri. Saham-saham PT Escomptobank yang telah
dikeluarkan atas unjuk, harus diubah menjadi atas nama.

PT Escomptobank tidak
diperkenankan lagi melakukan lalu
lintas pembayaran luar negeri,
terhitung mulai tanggal 8 Februari
1960. PT Escomptobank kemudian
dinasionalisasi pada tanggal 1 April
1960. Sepuluh hari kemudian, PT
Escomptobank, dilikuidasi
pemerintah. Segala hak,
kekuasaan, utang dan
kewajibannya dialihkan kepada
Bank Dagang Negara (BDN).
Kepengurusan Nederlandsche Handel Maatschapij N.V. (NHM) di Indonesia diambil
alih oleh BPBB Pusat pada tanggal 21 November 1960 berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan No. 246037/B.U.M. II tertanggal 8 November 1960. Selanjutnya,
NHM dinasionalisasi pada tanggal 29 November 1960. Segala hak dan kewajiban,
aset, serta usaha NHM di Indonesia dialihkan kepada Bank Koperasi, Tani dan
Nelayan (BKTN), yang pelaksanaan administrasinya dilaksanakan secara terpisah
dengan nama BKTN urusan ekspor impor terhitung tanggal 5 Desember 1960.
Kebijakan politik luar negeri dan dalam negeri, serta kegiatan nasionalisasi
perusahaan Belanda yang dilakukan oleh pemerintah, mengakibatkan para nasabah
bank asing menutup rekening banknya dan pulang ke negeri asalnya. Sejumlah
warga dan perusahaan asing mengalihkan kegiatan perbankan mereka melalui Bank
Negara Indonesia (BNI). Akibatnya, jumlah kredit yang dikucurkan oleh bank-bank
asing menyusut drastis. Pengucuran kredit pembangunan dan perdagangan akhirnya
diambil alih oleh bank-bank nasional. Gerakan Nasionalisasi Bank-Bank Belanda,
yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, merupakan awal dari eksistensi bankbank
nasional dalam kancah perbankan Indonesia.
Demikianlah, rasa nasionalisme yang tinggi di dalam dada bangsa Indonesia
memotivasi bangsa Indonesia untuk melakukan nasionalisasi atas perusahaanperusahaan
asing, terutama yang dikuasai Belanda, termasuk juga lembaga
perbankan. Proses nasionalisasi bank-bank Belanda dimulai dari Nationale
Handelsbank N.V., yang kemudian dilanjutkan dengan Escomptobank dan
Nederlandsche Handel Maatschapij N.V. Gerakan nasionalisasi ini adalah awal dari
lahirnya bank-bank nasional di dunia perbankan Indonesia. Jayalah terus perbankan
Indonesia!

4. Arah Kebijakan 1953-1959
Periode ini merupakan cikal bakal pengawasan bank oleh Bank Indonesia.
Sebagaimana telah dinyatakan dalam Undang-Undang No.11 tahun 1953 tentang
Pokok-pokok Bank Indonesia, arah pengawasan bank oleh Bank Indonesia adalah
untuk memastikan solvabilitas dan likuiditas bank.
Periode ini merupakan cikal bakal pengawasan bank oleh Bank Indonesia.
Sebagaimana telah dinyatakan dalam Undang-Undang No.11 tahun 1953 tentang
Pokok-pokok Bank Indonesia, arah pengawasan bank oleh Bank Indonesia adalah
untuk memastikan solvabilitas dan likuiditas bank. Akan tetapi pada awal periode ini,
Bank Indonesia baru dapat mengawalinya dengan melakukan pengawasan langsung
terhadap perkreditan bank, terutama untuk memastikan kepatuhan bank terhadap
larangan pemberian kredit kepada sektor ekonomi tertentu serta memastikan
diterapkannya prinsip-prinsip pemberian kredit yang sehat.
Dalam perkembangannya kemudian, berbagai kegiatan dan peristiwa ikut
mempengaruhi dimensi pengawasan bank. Salah satu contohnya adalah
dilakukannya nasionalisasi bank-bank milik Belanda yang kemudian diikuti dengan
berbagai kegiatan seperti pembenahan aspek-aspek hukum untuk disesuaikan
dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan pengalihan aktiva dan pasiva
(pembenahan administratif) bank-bank yang bersangkutan. Untuk itu didirikan Bank
Umum Negara (BUNEG) menjelang akhir tahun 1959 untuk menampung seluruh
aktiva pasiva serta mengambil alih usaha Nationale Handelsbank (NHB) yang telah
dinasionalisasi pada tahun itu.
Dengan demikian terdapat 4 issue besar pada periode ini yang menentukan arah
pengawasan bank. Issue pertama adalah pengendalian inflasi melalui pembatasan
pertumbuhan kredit perbankan. Issue kedua adalah pemberian kredit perbankan
yang efektif (sesuai azas-azas pemberian kredit yang sehat) sehingga bermanfaat
bagi sektor-sektor ekonomi produktif. Issue ketiga adalah nasionalisasi bank-bank
eks Belanda yang orientasi bisnis dan acuan hukumnya harus disesuaikan dengan
arah kebijakan perbankan dan hukum yang berlaku di Indonesia. Issue ke-4 adalah
awal (pencarian bentuk) pengawasan likuiditas dan solvabilitas bank.

5. Langkah-Langkah Strategis 1953-1959
Setelah dikeluarkannya Undang-undang Pokok Bank Indonesia tahun 1953, Bank
Indonesia sebagai lembaga yang sangat berkepentingan dengan lahirnya ketentuan
tentang pengawasan bank telah melakukan penelitian dan pengkajian atas ketentuan
serupa yang berlaku di berbagai negara, terutama negeri Belanda.
Setelah dikeluarkannya Undang-undang Pokok Bank Indonesia tahun 1953, Bank
Indonesia sebagai lembaga yang sangat berkepentingan dengan lahirnya ketentuan
tentang pengawasan bank telah melakukan penelitian dan pengkajian atas ketentuan
serupa yang berlaku di berbagai negara, terutama negeri Belanda. Agar supaya
jumlah bank-bank swasta tidak bertambah terus menerus dengan tidak diawasi,
maka mulai tanggal 1 Januari 1955 dinyatakan berlakunya Peraturan Pemerintah No.
1, untuk mengatur pengawasan atas kredit di Indonesia. PP ini mengatur tentang
pengawasan terhadap semua bank umum dan bank tabungan yang beroperasi di
Indonesia oleh Bank Indonesia atas nama Dewan Moneter guna kepentingan
solvabiltas dan likuiditas bank-bank dan guna kepentingan pemberian kredit secara
sehat dan berdasarkan asas-asas kebijaksanaan bank yang tepat.
Setelah dikeluarkannya PP No.1 Tahun 1955, bank-bank swasta nasional yang telah
ada dalam waktu tiga bulan wajib mengajukan permohonan izin usaha kepada
Menteri Keuangan melalui Bank Indonesia. Bila syarat-syarat untuk memperoleh izin
belum dipenuhi, maka Menteri Keuangan akan memberikan izin sementara. Menteri
Keuangan memberikan izin tetap atas rekomendasi Bank Indonesia. Sejumlah bank
masih belum mendapat izin karena persyaratan permodalan yang belum dapat
mereka penuhi. Sehubungan dengan itu, Dewan Moneter memutuskan untuk
memperpanjang waktu berlakunya izin sementara satu tahun lagi, dengan harapan
agar supaya bank-bank yang sungguh-sungguh memperlihatkan manfaatnya bagi
masyarakat mempunyai kesempatan untuk memenuhi modal yang disyaratkan.
Pada tahun 1957 Bank Indonesia membentuk Bagian Pengawasan Urusan Kredit.
Untuk mengisi SDM pengawas dan pemeriksa bank dilakukanlah pendidikan yang
disebut bank examination course terhadap karyawan-karyawan dari Bank Indonesia
sendiri maupun yang direkrut dari luar yang berlangsung selama satu tahun. Kursus
ini menggunakan instruktur dari bank sentral Filipina karena sistem pengawasan
bank pada bank sentral Filipina lebih sesuai untuk diterapkan pada perbankan
Indonesia. Tenaga pemeriksa bank tersebut telah mulai melakukan pemeriksaan
langsung (on the spot) terhadap bank-bank baik yang telah menerima izin tetap
maupun yang baru menerima izin sementara. Dari pemeriksaan tersebut ditemukan
adanya penyetoran modal fiktif dari bank. Untuk mengatasi permasalahan modal
fiktif ini Bank Indonesia kemudian menetapkan bahwa modal yang dipersyaratkan
harus disetorkan kepada Bank Indonesia di Jakarta dan/atau cabang-cabangnya dan
setoran tersebut diblokir sampai saat bank yang bersangkutan mendapat izin usaha
dan memulai dengan usahanya. Disamping itu, bank-bank tersebut juga diminta
untuk menyampaikan riwayat hidup dari anggota-anggota pengurusnya (direksi dan
dewan komisaris) serta bukti-bukti pendukung lainnya.

Dengan diberlakukannya ketentuan-ketentuan tersebut maka tindakan permulaan ke
arah pengembangan perbankan yang sehat telah dimulai. Kepada bank-bank yang
telah mendapat izin tetap tetapi ternyata melakukan usaha bank dengan
menggunakan keterangan-keterangan yang tidak benar, diberikan peringatan
supaya dalam waktu tertentu memenuhi kewajibannya. Bila bank-bank tersebut
tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka terhadap mereka akan dipertimbangkan
untuk dicabut kembali izin usaha yang telah diberikan.
Untuk menghadapi kenaikan jumlah uang beredar, Pemerintah melalui Dewan
Moneter pada permulaan bulan Mei 1957 membatasi perkreditan bank-bank swasta
dan Bank Indonesia ditunjuk sebagai pelaksananya. Selain itu, kebijakan Pemerintah
untuk menerapkan reserves requirement terhadap perbankan merupakan awal dari
kebijakan moneter dengan pengendalian uang beredar melalui pengendalian
penciptaan uang giral oleh perbankan.
Pada saat bank-bank Belanda diambil alih dibawah kekuasaan Penguasa Militer
tanggal 8 Desember 1957, pengawasan atas penyelenggaraan bank-bank Belanda
dipercayakan kepada Badan Pengawasan Bank-Bank Pusat dimana Bank Indonesia
menjadi Wakil Ketua merangkap Anggotanya. Pembentukan badan pengawas
tersebut adalah untuk mencegah berlangsungnya rush pada bank-bank Belanda
sehubungan dengan tindakan pengambilalihan tersebut serta untuk merumuskan
aspek hukum langkah-langkah untuk menjaga kelangsungan kegiatan operasi bankbank
yang bersangkutan.
Peranan Bank Indonesia baik dalam perumusan kebijakan sebagai tindak lanjut dari
keputusan KSAD tersebut maupun dalam aspek pengawasan langsung terhadap
bank-bank yang diawasi sangat diperlukan. Bank Indonesia pada waktu itu memiliki
personel yang menguasai seluk beluk perbankan dan teknik pengawasan dan
pemeriksaan bank.

6. Otoritas Pengawasan 1953-1959
Dalam undang-undang Pokok Bank Indonesia tahun 1953 ayat 4 dan 5 pasal 7
ditegaskan bahwa Bank Indonesia melakukan pengawasan urusan kredit. Sambil
menunggu terlaksananya peraturan peraturan undang-undang tentang pengawasan
urusan kredit maka dengan peraturan pemerintah dapat diadaikanperaturan lebih
lanjut bagi Bank Indonesia untuk menjalankan pengawasan tersebut.
Dalam undang-undang Pokok Bank Indonesia tahun 1953 ayat 4 dan 5 pasal 7
ditegaskan bahwa Bank Indonesia melakukan pengawasan urusan kredit. Sambil
menunggu terlaksananya peraturan peraturan undang-undang tentang pengawasan
urusan kredit maka dengan peraturan pemerintah dapat diadaikanperaturan lebih
lanjut bagi Bank Indonesia untuk menjalankan pengawasan tersebut.
Pada 15 Januari 1955 dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah No. 1 untuk mengatur
pengawasan kredit di Indonesia. Berdasarkan PP No. 1 tahun 1955 ditegaskan
bahwa Bank Indonesia melakukan atas nama Dewan Moneter pengawasan terhadap
badan-badan kredit (bank-bank umum dan bank-bank tabungan) yang ada atau
yang akan didirikan di Indonesia guna kepentingan solvabilitas dan likuiditas bankbank
guna kepentingan pemberian kredit secara sehat dan berdasarkan asas-asas
kebijaksanaan bank yang tepat. Dalam rangka tugasnya ini Bank Indonesia berhak
menetapkan peraturan-peraturan umum yang berlaku terhadap bank-bank
mengenai jalannya perusahaan bank dan perkreditan, serta meminta dari bank-bank
segala keterangan dan angka-angka yang dianggap perlu.
PP No. 1 tahun 1955 mengamanatkan bahwa ketentuan didalamnya seluruhnya
berlaku bagi semua bank di Indonesia, baik bank pemerintah, bank swasta nasional
maupun bank asing. Namun dalam pelaksanaannya, khususnya megnenai ketentuan
yang berkaitan dengan pengaturan kelembagaan, yaitu tentang pendirian bank,
pengawasan bank dilakukan dengan tetap membedakan aspek pemilikan seperti
sebelum keluarnya PP tsb, yaitu menurut kelompok bank pemerintah, bank swasta
nasional, dan bank asing.
Dilakukannya nasionalisasi atas bank-bank milik Belanda mengakibatkan terjadinya
peralihan pengawasannya. Pada tanggal 8 Desember 1957 dikeluarkan pengumuman
Menteri Keuangan dan Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat tentang rencana
penempatan semua bank Belanda di bawah kekuasaan Penguasa Militer. Dengan
surat keputusan tersebut, maka pengawasan atas penyelenggaraan bank-bank
Belanda dipercayakan kepada Badan Pengawasan Bank-Bank Pusat yang anggotaanggotanya
terdiri dari Koordinator Finans dan Ekonomi (Finek) Angkatan Darat/Staf
Harian Penguasa Militer sebagai Ketua merangkap Anggota, wakil dari Bank
Indonesia sebagai Wakil Ketua merangkap Anggota, dan wakil-wakil dari Kementrian
Keuangan dan beberapa anggota Staf Harian Penguasa Militer sebagai anggota. Di
tiap-tiap daerah tempat terdapat cabang bank milik Belanda, oleh Penguasa Daerah
dibentuk Badan Pengawas Bank-Bank Daerah yang susunannya sedapat mungkin
disesuaikan dengan susunan Pengawas Bank-Bank Pusat.

Pada tanggal 16 April 1958 dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1958
tentang penetapan semua bank Belanda di bawah penguasaan Pemerintah Republik
Indonesia dan pembentukan Badan Pengawas Bank-Bank Belanda Pusat. PP ini
merupakan pembaharuan atas keputusan-keputusan yang telah dikeluarkan
sebelumnya. Atas dasar PP tersebut, Menteri Keuangan bertanggung jawab atas
pengawasan bank-bank Belanda.

7. Sasaran Strategis 1953-1959
Sebagai pelaksana pengawas badan-badan kredit (bank-bank umum dan bank-bank
tabungan) di Indonesia, Bank Indonesia telah mulai memberlakukan ketentuanketentuan
ke arah pengembangan perbankan yang sehat.
Sebagai pelaksana pengawas badan-badan kredit (bank-bank umum dan bank-bank
tabungan) di Indonesia, Bank Indonesia telah mulai memberlakukan ketentuanketentuan
ke arah pengembangan perbankan yang sehat. Kepada bank-bank yang
telah mendapat izin tetap tetapi ternyata melakukan usaha bank dengan
menggunakan keterangan-keterangan yang tidak benar, diberikan peringatan
supaya dalam waktu tertentu memenuhi kewajibannya. Bila bank-bank tersebut
tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka terhadap mereka akan dipertimbangkan
untuk dicabut kembali izin usaha yang telah diberikan.
Ketika perkembangan moneter dalam keadaan yang sangat sulit dikendalikan, Bank
Indonesia ditugaskan oleh Pemerintah melalui Dewan Moneter untuk membatasi
perkreditan bank-bank swasta. Di samping itu, Pemerintah mulai menerapkan
kebijakan reserves requirement terhadap perbankan untuk mengendalikan uang
beredar.
Dengan dilakukannya nasionalisasi atas bank-bank Belanda, Bank Indonesia menjadi
Wakil Ketua merangkap Anggota dari Badan Pengawasan Bank-Bank Pusat.
Sedangkan Pemimpin Cabang Bank Indonesia menjadi Wakil Ketua Badan
Pengawasan Bank-bank Daerah. Badan tersebut dibentuk untuk mencegah
berlangsungnya rush pada bank-bank Belanda akibat tindakan pengambilalihan oleh
Pemerintah Indonesia, untuk menyelamatkan cadangan devisa negara yang pada
saat pengambilalihan ditahan di bank koresponden bank-bank tersebut serta untuk
merumuskan aspek hukum pengambilalihan bank-bank tersebut.