Minggu, 07 November 2010

Perkembangan Industri Perbankan di Indonesia Sejak 1950

Perkembangan Industri Perbankan di Indonesia Sejak 1950

Perkembangan industri perbankan merupakan pencerminan perkembangan/pertumbuhan ekonomi dan bisnis nasional. Perkembangan bank-bank pemerintah mencerminkan peningkatan kegiatan sector pemerintah dan perusahaan-perusahaan Negara serta proyek-proyek yang dibiayai oleh pemerintah.

Pendudukan Belanda selama 3 ½ abad atas Indonesia telah mewariskan suatu struktur perbankan yang bersifat colonial, tetapi yang kemudian setahap telah diubah menjadi suatu struktur yang lebih bersifat nasional.

1. Dari Sudut Sejarah Perkembangan
Telah disinggung di muka bahwa industri perbankan mencerminkan perkembangan suatu Negara, khususnya sector bisnisnya. Waktu itu bisnis kecil dan menengah ditangani oleh orang-orang Tionghoa dan Arab yang dikenal sebagai vreede oosterlingen dan perkebunan rakyat oleh golongan pribumi. Para pengusaha perantara dan pabrik-pabrik kecil misalnya tidak mempunyai akses ke bank-bank Belanda. Bila mereka membutuhkan pembiayaan maka bank-bank Belanda menyalurkan kebutuhan mereka itu kepada sepuluh perusahaan besar Belanda. Jadi mereka lebih bersifat sebagai wholesale banking, sementara para perusahaan dagang Belanda bertindak sebagai retail banking.

Pola tersebut bukan pula yang hanya berlaku di Indonesia, tetapi telah dikembangkan pula oleh perbankan di Jepang misalnya. Di sana retail banking diserahkan kepada para Sogo Shosha (general trading firm ala Jepang) yang mempunyai aparat penghubung ke puluhan ribu pedagang kecil dan menengah.

Pada masa sebelum Perang Dunia II di Indonesia terdapat * bank devisa dan perdagangan, di antaranya 4 bank Belanda, 2 bank Inggris dan bank Cina, yaitu:
(1) De Javasche Bank
(2) Nederlandse Handel Maatschappij
(3) Nederlands Indische Handelsbank
(4) Escompto bank
(5) The Hongkong and Shanghai Banking Corporation
(6) The Chartered bank
(7) Bank of China
(8) Overseas Chinese Banking Corporation

Salah satu dari bank-bank Belanda itu, De Javasche Bank, bersifat semi pemerintah dan mempunyai dwi-fungsi. Ia mempunyai hak monopoli untuk mengeluarkan uang kertas, berfungsi sebagai bank sentral meskipun hanya sedikit, dan sebagai bank devisa dan perdagangan.
3
Tugas utama bank-bank itu adalah memberikan kredit jangka pendek untuk membiayai impor,ekspor,dan perusahaan-perusahaan perkebunan asing dan perusahaan-perusahaan lainya. Kredit untuk perusahaa-perusahaan besar Belanda kemudian disalurkan melalui pengusaha-pengusaha Cina kepada rakyat pedesaan untuk membiayai pengumpulan barang-barang ekspor.

Selain bank-bank tersebut, di Indonesia pada masa itu, terdapat 3 bank Jepang dan beberapa bank nasional yang kecil. Sebuah lembaga kredit, Algemene Volkscrediet – bank, telah didirikan dengan maksud menyediakan kredit kecil untuk bank, lumbung desa dan peminjam-peminjam lainnya.

Setelah Perang Dunia II, selama masa perjuangan kemerdekaan, di daerah Republik muncul 2 bank, yaitu Bank Negara Indonesia dan Bank Rakyat Indonesia. Bank Negara Indonesia didirikan dengan maksud menyediakan fasilitas-fasilitas sebagai bank umum, disamping bertindak sebagai bank sentral dari Republik; Bank Rakyat Indonesia yang merupakan perubahan dari Algemene Volkscreditbank adalah bank pemerintah yang didirikan untuk menyediakan kredit pedesaan dan kredit-kredit kecil lainnya.

Pada tahun 1952 didirikan bank pemerintah ketiga yang diberi nama Bank Industri Negara, yang bertugas sebagai bank pembangunanindustri. Pada tahun 1960 bank ini dilebur menjadi Bank Pembangunan Indonesia (BAPINDO). Pada tahun 1953, De Javasche Bank dinasionalisasikan dan namanya diganti menjadi Bank Indonesia dengan tugas sebagai bank sentral. Dalam tahun-tahun sebelum tahun 1960 didirikan pula beberapa bank pemerintah lainnya, yaitu Bank Tani dan Nelayan, Bank Umum Negara, dan Bank Tabungan Pos. Pada tahun 1960, Bank Rakyat Indonesia dan Bank Tani dan Nelayan dilebur menjadi Bank Koperasi, Tani dan Nelayan, dan pada tahun 1963 Bank Tabungan Pos diubah namanya menjadi Bank Tabungan Negara.

Perkembangan system perbankan dan keungan yang menyeluruh penting sekali bagi perekonomian dan pembagian pendaapatan yang merata, baik di luar maupun di dalam negeri, terutama di Indonesia yang sangat peka terhadap goncangan-goncangan moneter. Untuk mencapai stabilitas moneter, Pemerintah Indonesia telah menciptakan UU Pokok ||Perbankan tahun 1967 yang mambagi-bagi lembaga keuangan bank ke dalam beberapa golongan berdasarkan fungsi dan tujuan utamanya, sehingga kalau ditinjau dari segi pemilikannya, kita mengenal tiga macam bank di Indonesia, yaitu :
(1) Bank-bank pemerintah yang sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah yaitu:
- bank sentral
- bank-bank umum
- bank pembangunan Negara
- bank tabungan Negara

(2) Bank-bank swasta yang sepenuhnya dimiliki oleh swasta termasuk :
- bank-bank umum 4

- bank-bank tabungan
- bank-bank yang bersifat local seperti banak-bank pasar dan bank-bank desa

(3) Bank-bank milik pemerintah daerah dan swasta, yaitu bank-bank pembangunan daerah.

Mulai tahun 1968, pemerintah Indonesia juga memberikan izin kepada bank-bank asing untuk membuka kantor-kantor perwakilan di Indonesia. Sebagian besardari mereka itu adlah pemegang saham lembaga-lembaga keuangan bukan bank.

Perkembangan jumlah kantor tiga golongan bank itu di Indonesia pada akhir tahun 1977 menunjukan posisi seperti tertera dalam Tabel 1.






























5



2. Pengambilalihan

Pada tahun 1965, semua perusahaan Belanda, juga perbankannya, diambil-alih oleh Pemerintah Indonesia. Perusahaan-perusahan itu dijadikan perusahaan Negara (PN).di sector perbankan muncullah Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor-Impor sebagai hasil pengambilalihan bank-bank Belanda itu. Dengan demikian terlihat pelebaran sector pemerintah sebagai salah satu akibat pengambilalihan perusahaan-perusahaan Belanda itu.

3. Free Entry Dalam Industri Perbankan

Dalam perkembangan kegiatan bisnis nasional, pada tahun 1950-1971, timbul di kalangan masyarakat bahwa secepat mungkin harus dibentuk aparat-aparat perdagangan dan perbankan.partai-partai politik dan tokoh-tokohnya merupakan para penentu kebjaksanaan di bidang ekonomi dan moneter sehingga tidaklah mengherankan bila dalam proses pemberian izin kepada bank-bank misalnya terdapat berbagai bentuk aliansi dengan partai-partai politik dan took-tokohnya. Dapat di katakan tidak ada satu partai politik dan tokohnya yang tidak terlibat/mempunyai aliansi dengan bank.

Dilihat dari sudut kekuatan politis, persyaratan teknis itu dapat dikatakan lunak (free entry). Tidak mengherankan bila jumlah bank yang memperoleh izin kerja mendekati 125 bank yang tersebar di pelosok tanah air.

4. Proses Penyehatan

Dengan modal yang relative kecil, kepercayaan masyarakat bisnis terhadap industri perbankan yang masih tipis, suasana bisnis yang tidak mendukung perkembangan industri perbankan maka jumlah bank yang telah mendapat izin itu dianggap terlalu banyak. Situasi perbankan waktu itu telah menyababkan Bank |Indonesia menempuh kebijaksanaan dengan menganjurkan bank-bank melakukan merger agar tercipta kelompok-kelompok usaha yang lebih besar. Selain merger, bank-bank juga diberi rangsangan seperti pemberian izin membuka cabang baru, diprbolehkan mengajukan permohonan menjadi bank devisa, dan pemberian keringananpajak misalnya.






6



Bab II
Kesimpulan

Uraian ini semata-mata untuk mengetahui sejarah perbankan di Indonesia sejak tahun 1950. Pembahasan ini lebih ditujukan kepada pelajar dan praktisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar